IDC Pangkas Proyeksi Pengiriman Smartphone Global 2025, Apple Ketar-ketir
CALIFORNIA, investortrust.id - Lembaga riset pasar International Data Corporation (IDC) memangkas proyeksi pertumbuhan pengiriman smartphone global tahun 2025 menjadi hanya 0,6%, dari sebelumnya 2,3%. Hal ini membuat posisi Apple kiat terancam di tengah ketidakpastian pasar dan geopolitik.
Dikutip dari Reuters, Jumat (30/5/2025), revisi ini dipicu oleh ketidakpastian ekonomi akibat tarif dan penurunan belanja konsumen global. IDC memperkirakan pertumbuhan akan tetap berada di kisaran satu digit rendah selama 2025, dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 1,4% hingga 2029.
Faktor penekanan utama dipengaruhi oleh kejenuhan pasar. Di sisi lain, ada pula faktor pendorong seperti siklus pembaruan perangkat yang semakin panjang, serta meningkatnya konsumsi perangkat bekas yang lebih ramah di kantong.
Baca Juga
Kemenkomdigi Ancam Blokir 36 PSE Privat, Ada Apple dan Google Play
Meskipun tensi geopolitik meningkat, IDC mencatat bahwa Amerika Serikat dan China masih akan menjadi pendorong utama pertumbuhan pasar tahun ini, meski hanya sebesar 0,6%. Pasar Negeri Tirai Bambu bahkan diperkirakan tumbuh 3% secara tahunan, akibat subsidi pemerintah yang menguntungkan produsen Android lokal.
Sebaliknya, Apple diproyeksikan mengalami penurunan pengiriman sebesar 1,9% pada 2025. Penurunan ini disebabkan oleh tekanan dari kompetitor seperti Huawei dan tidak masuknya sebagian besar model iPhone dalam skema subsidi pemerintah China.
Di tengah ketegangan dagang AS-China, Apple juga terus mempercepat diversifikasi manufaktur ke India dan Vietnam. Langkah ini bertujuan mengurangi ketergantungan terhadap basis produksi di China.
Baca Juga
Watch Fit 4 Series Disebut Mirip Apple Watch, Begini Kata Huawei
Meski demikian, Presiden AS Donald Trump baru-baru ini menyatakan bahwa iPhone yang tidak diproduksi di dalam negeri akan dikenakan tarif 25% yang menambah tekanan terhadap strategi manufaktur Apple.
“India dan Vietnam tetap menjadi pilihan utama alternatif produksi. Tapi jika AS benar-benar menerapkan tambahan tarif 20–30% atas smartphone impor, ini bisa menjadi risiko serius bagi outlook pasar smartphone di AS,” ujar Direktur Riset Senior IDC, Nabila Popal.
Dengan kondisi global yang semakin kompleks, produsen smartphone kini dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan antara efisiensi produksi dan kepatuhan regulasi dagang internasional.

