Dari Birokasi "Ribet" sampai Internet "Lemot", Ini 3 Hambatan Ekonomi Daerah Versi Bappenas
JAKARTA, investortrust.id- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Pambudi menjelaskan terdapat tiga hambatan yang dapat menekan pertumbuhan ekonomi daerah, seperti birokrasi hingga akses internet.
“Kita tidak bisa menutup mata terhadap berbagai hambatan struktural yang masih dihadapi di lapangan, di daerah,” kata Rachmat, saat rapat koordinasi Pengendalian Inflasi 2025, yang digelar daring, Jakarta, Senin (26/5/2025).
Dia mengatakan, permasalahan utama yang harus diselesaikan agar transformasi ekonomi daerah dapat berjalan efektif, yaitu sistem perizinan yang perlu diperbaiki. Dalam hal ini, perlu deregulasi terhadap aturan yang menghambat. “Perlu deregulasi, kalau regulasi itu justru meningkatkan ekosistem dan mempercepat pertumbuhan ekonomi,” kata dia.
Baca Juga
Mengapa Target Pertumbuhan Ekonomi Kemenkeu dan Bappenas Beda?
Menurut Rachmat, arahan Presiden Prabowo Subianto cukup jelas. Regulasi yang menghambat, kata dia, wajib dikurangi. Di sisi lain, perlu membuat prosedur yang meningkatkan percepatan pertumbuhan ekonomi.
“Prinsipnya, prosedur perizinan yang melibatkan banyak instansi dan memperpanjang proses harus disederhanakan. Ke depan, reformasi dan simplifikasi birokrasi harus kita dorong,” ucap dia.
Baca Juga
Bappenas Rancang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Timur 6,5-7,3% pada 2026
Persoalan kedua yang harus diubah, yaitu keterbatasan infrastruktur. Menurut Rachmat, infrastruktur dan konektivitas harus dikembangkan. “Masih banyak daerah yang belum memiliki infrastruktur dan konektivitas yang memadai, sehingga menghambat investasi dan meningkatkan biaya logistik,” ujar dia.
Selain infrastruktur, pemerintah juga ingin pemerataan digital di banyak tempat. Belum terjangkaunya jaringan internet cepat alias masih lemot akan menghambat perkembangan ekonomi digital.
Masalah ketiga yang menghambat perekonomian daerah, yaitu produktivitas sektoral. Rachmat menyebut, kolaborasi menjadi kunci untuk mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal.

