Bung Karno sebagai Ide dan Cita-Cita Harus Terus Hidup
JAKARTA, investortrust.id - Proklamator dan Presiden pertama RI Soekarno telah wafat pada 21 Juni 1970 atau 55 tahun lalu. Namun, ide, cita-cita, dan gagasan Soekarno mengenai Indonesia yang mandiri dan merdeka serta konsep nation and character building yang didengungkannya harus terus hidup dan diteruskan generasi mendatang.
"Bung Karno sebagai seorang individu, sebagai seorang person kan sudah meninggal. Yang diwariskan kepada kita kan ajarannya. Indonesia mandiri, Indonesia ke depan akan membangun karakter sebagai bangsa yang merdeka, bangsa yang berpikiran maju. Saya pikir, cita-cita dan ide itu yang harus kita teruskan, yang harus kita warisi," kata sejarawan Bonnie Triyana kepada investortrust.id, Sabtu (31/5/2025).
Baca Juga
Momen Macron Kagum dengan Lukisan Soekarno di Istana Merdeka
Bulan Juni dikenal sebagai Bulan Karno. Hal ini mengingat terdapat tiga momen penting yang berkaitan dengan Soekarno di bulan Juni. Pertama, Soekarno lahir pada 6 Juni 1901 dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo (1873–1945) dan Ida Ayu Nyoman Rai (1881-1958). Kedua, Soekarno wafat di RSPAD Gatot Subroto pada tanggal 21 Juni 1970. Putra Sang Fajar itu dimakamkan di Blitar. Ketiga, 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila yang digagas Bung Karno dalam pidatonya saat sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945.
Meski telah wafat puluhan tahun silam, ide dan gagasan Bung Karno mengenai Indonesia masih relevan di masa kini. Untuk itu, Bonnie yang juga pendiri majalah sejarah Historia itu mengajak masyarakat untuk mempelajari dan meneruskan gagasan dan ajaran Bung Karno.
"Jadi apinya Bung Karno yang harus kita warisi, bukan abunya. Dalam konteks itulah kita harus terus belajar tentang Bung Karno dalam arti gagasannya. Apa saja sih pikirannya Bung Karno untuk Indonesia. Keberagaman, ya itulah yang harus kita pelajari. Bukan kemudian mengultuskannya ya sehingga sebagai sebuah ide dia berhenti untuk didiskusikan," katanya.
Bung Karno tak hanya pejuang kemerdekaan, proklamator, dan presiden pertama RI. Bung Karno juga penggali Pancasila dan berjasa dalam mempersatukan Indonesia. Namun, namanya dihancurkan dengan terbitnya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.
Baca Juga
TAP MPRS 33 Tak Berlaku, Bamsoet: Bung Karno Tak Pernah Khianati Bangsa
TAP MPRS ini mencabut mandat kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno yang didasarkan pada pandangan bahwa Bung Karno dianggap tidak mampu lagi menjalankan pemerintahan secara efektif pasca peristiwa Gerakan 30 Septermber (G30S) dan kegagalan pertanggungjawaban dalam pidato “Nawaksara”. TAP ini juga berisi pengangkatan Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden sampai dilaksanakannya pemilihan presiden oleh MPR hasil pemilu. Hal ini menjadi titik balik sejarah politik Indonesia, mengakhiri era Orde Lama dan membuka jalan bagi lahirnya Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto.
Berikut Isi TAP MPRS XXXIII/1967:
BAB I
Pasal 1
Menyatakan, bahwa Presiden Soekarno telah tidak dapat memenuhi pertanggungan-jawab konstitusional, sebagaimana layaknya kewajiban seorang Mandataris terhadap Majelis Permusyawaratan Rakyat (Sementara), sebagai yang memberikan mandat, yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 2
Menyatakan bahwa Presiden Soekarno telah tidak dapat menjalankan haluan dan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Sementara), sebagaimana layaknya kewajiban seorang Mandataris terhadap Majelis Permusyawaratan Rakyat (Sementara) sebagai yang memberikan mandat, yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Melarang Presiden Soekarno melakukan kegiatan politik sampai dengan pemilihan umum dan sejak berlakunya Ketetapan ini menarik kembali mandat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dari Presiden Soekarno serta segala Kekuasaan Pemerintahan Negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 4
Menetapkan berlakunya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Sementara) No. XV/MPRS/1966, dan mengangkat Jenderal Soeharto, Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Pejabat Presiden berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 hingga dipilihnya Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilihan Umum.
Pasal 5
Pejabat Presiden tunduk dan bertanggung-jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (Sementara).
BAB II
Pasal 6
Menetapkan penyelesaian persoalan hukum selanjutnya yang menyangkut Dr. Ir. Soekarno, dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hukum dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada Pejabat Presiden.
BAB III
Pasal 7
Ketetapan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan dan mempunyai Daya laku surut mulai pada tanggal 22 Pebruari 1967.
Namun, MPR periode 2019-2024 yang dipimpin Bambang Soesatyo (Bamsoet) mencabut Tap MPRS XXXIII/1967. Surat pencabutan Tap MPRS XXXIII/1967 diserahkan Bamsoet kepada keluarga Bung Karno dan Menkumham Supratman Andi Agtas di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2024). Keluarga Soekarno yang hadir, di antaranya, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Guntur Soekarnoputra, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
Bonnie menyatakan, sudah selayaknya dan sepatutnya TAP MPRS tersebut dicabut. Hal ini mengingat TAP MPRS itu merupakan upaya pembunuhan karakter Soekarno yang dituding mendukung dan melindungi para pelaku G30S.
"Bayangkan Soekarno tidak pernah diadili, dituduh sebuah kudeta yang sebetulnya, dia yang jadi presiden, kalau kudeta dirinya sendiri, itu gimana? Jadi kalau menurut saya itu satu upaya character assasination atau pembunuhan karakter Bung Karno ya. Kemudian juga dalam konteks proyek desoekarnoisasi yang dilakukan di masa Soeharto," tegasnya.
Ditekankan, terbitnya TAP MPRS merupakan kepentingan elite saat itu untuk membunuh gagasan dan ide Soekarno. Dikatakan, elite saat itu khawatir gagasan Bung Karno akan menjadi penghalang bagi mereka.
"Kita jangan lihat Bung Karno sebagai person, sebagai individual. Bung Karno sebagai sebuah ide. Bung Karno sebagai sebuah gagasan. Itu yang ditakutkan. Kalau sebagai person, sebagai individual ya bisa dibunuh seperti yang sudah terjadi. Dia dibiarkan tewas, dibiarkan mati dengan cara-cara yang juga tidak layak, yang tidak sepatutnya bagi seorang pendiri bangsa ini. Tetapi kan gagasan dia, jadi Soekarno sebagai sebuah ide, Soekarno sebagai sebuah cita-cita, sebagai sebuah gagasan, nah, itu kan yang mau dibunuh," katanya.
Baca Juga
Megawati Sampaikan Terima Kasih kepada Prabowo atas Pelurusan Sejarah Bung Karno
Tak hanya memulihkan nama baik, pencabutan TAP MPRS menjadi komitmen MPR untuk mengawal pemulihan hak-hak Bung Karno sebagai warga negara dan Presiden Republik Indonesia. Hal ini mengingat, Bung Karno merupakan satu-satunya Presiden RI yang tidak memperoleh hak-hak pensiunnya sebagai seorang presiden, termasuk hak perumahan sebagaimana presiden RI lainnya. Padahal UU Nomor 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan/ Administratif Presiden dan Wakil Presiden serta Bekas Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia mengatur mengenai hak-hak yang diterima para mantan presiden dan wakil presiden.
Pasal 6 ayat (1) UU 7/1978 menyatakan "Presiden dan wakil presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya berhak memperoleh pensiun." Sementara ayat (2) berbunyi, "Besarnya pensiun pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah 100% (seratus persen) dari gaji pokok terakhir."
Tak hanya pensiun pokok, Pasal 7 dan Pasal 8 UU itu juga menyatakan mantan presiden dan wakil presiden berhak mendapat tunjangan sesuai dengan aturan mengenai pensiun pegawai negeri, biaya rumah tangga, perawatan kesehatannya dan keluarga serta berhak mendapat rumah yang layak dengan perlengkapannya dan kendaraan milik negara beserta pengemudinya.
Bonnie mengatakan, hak-hak tersebut layak diberikan kepada Soekarno atau ahli warisnya. Hal ini mengingat jasa Soekarno yang sepanjang hidupnya berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
"Ya kalau orang yang seumur hidupnya bertarung untuk mendirikan republik ini, kemudian disia-siakan, Soekarno mungkin juga enggak pernah mempedulikan gajinya, mempedulikan apa yang dia dapat secara nominal. Tapi kita yang generasi sekarang melihat dia diperlakukan semena-mena gitu kan, mestinya keluarga juga punya hak. Dalam hal ini kan keluarga itu kan yang ahli waris, punya hak," katanya.
Terlepas dari sisi ekonomi, Bonnie mengingatkan hak-hak tersebut merupakan cara bangsa Indonesia menghormati dan menghargai Soekarno.
"Jangan dilihat dari sisi ekonomi atau sisi finansial, tetapi juga sisi bagaimana cara kita menghargai dia secara layak sebagai seorang presiden, sebagai orang yang mestinya, sewajarnya diberi penghormatan dari berbagai macam sisi," kata anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDIP itu.
Pencabutan TAP MPRS XXXIII/1967 mempertegas upaya pemerintah dalam memulihkan nama baik Soekarno. Sebelumnya, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Soekarno pada 2012. Kemudian, 10 tahun kemudian, Presiden ke-7 RI Jojo Widodo (Jokowi) menegaskan sejarah dan gelar pahlawan nasional Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Ir Soekarno atau Bung Karno. Dalam keterangannya terkait Hari Pahlawan tahun 2022 di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, 7 November 2022, Jokowi menegaskan Bung Karno tidak pernah mengkhianati bangsa dan telah memenuhi syarat penganugerahan gelar kepahlawanan.
Sementara, pencabutan TAP MPRS XXXIII/1967 terjadi di masa transisi pemerintahan Jokowi ke pemerintah Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto. Pencabutan TAP MPRS XXXIII/1967 itu pun langsung diserahkan 10 pimpinan MPR kepada Prabowo yang saat itu masih berstatus sebagai presiden terpilih dan menteri pertahanan pada 30 September 2024. Prabowo langsung merespons surat pimpinan MPR tersebut.
"Tanpa surat pimpinan MPR ini, kalau menyangkut hak-hak Bung Karno jika saya sudah menjabat sebagai Presiden nanti pasti akan saya kerjakan," kata Prabowo dikutip dari mpr.go.id.
Baca Juga
Megawati Sebut Prabowo Kangen Nasi Goreng Buatannya, Mensesneg Sedang Atur Pertemuan
Bahkan, Prabowo menyampaikan pesan kepada Megawati dan Guntur Soekarno Putra jika dirinya adalah seorang pengagum dan pencinta Bung Karno. Prabowo kemudian menunjuk tangannya ke arah meja kerja utamanya sebagai menhan yang di belakangnya terdapat lukisan besar Bung Karno sedang menunggang kuda.
Dalam berbagai kesempatan, Prabowo memang kerap memuji Soekarno dan para presiden terdahulu. Dalam pidato perdananya seusai mengucapkan sumpah sebagai presiden di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Jakarta, Minggu (20/10/2024), Prabowo memberikan penghormatan dan apresiasi kepada para pahlawan dan pemimpin bangsa terdahulu yang telah berjasa membangun Indonesia. Prabowo memberikan penghormatan khusus kepada Bung Karno, proklamator dan presiden pertama Indonesia, yang telah memberikan dasar negara Pancasila.
Selanjutnya, saat penutupan Kongres VI Partai Demokrat, Selasa (25/2/2025), Prabowo menyebut Bung Karno sebagai presiden dengan visi yang jelas dalam memimpin bangsa meski menghadapi berbagai gangguan.
"Hampir setiap presiden punya peranan karena waktu berbeda-beda. Bung Karno pejuang menghadapi masalah ideologi, menghadapi gangguan dari mana-mana, visi tetap jelas. Beliau walau masih berurusan dengan macam-macam, visinya jelas," katanya.
Meski dihadapkan pada berbagai persoalan, Soekarno tetap memiliki visi jelas, termasuk mendirikan Badan Tenaga Atom atau yang kini dikenal sebagai Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Prabowo menyebut nuklir bukan hanya diperuntukkan untuk senjata, melainkan juga bisa dimanfaatkan untuk kesehatan, pertanian, hingga energi terbarukan.
"Nuklir bukan hanya untuk senjata, tidak, ternyata nuklir untuk kesehatan, nuklir untuk benih-benih padi, terutama nuklir untuk energi. Ternyata energi terbarukan, energi paling bersih di antaranya nuklir. Walaupun kita diberi karunia energi yang luar biasa lainnya, cadangan energi geothermal terbesar di dunia," ucap Presiden.
Megawati sendiri dalam sejumlah kesempatan berterima kasih dengan pencabutan TAP MPRS XXXIII/1967. Saat HUT PDIP ke 52 PDIP di Sekolah Partai, Jakarta, Jumat (10/1/2025), Megawati sambil terisak terima kasih kepada MPR dan Prabowo atas TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 tersebut.

