‘Sell in May and Go Away’ Jadi Mitos Lagi di Indonesia pada 2025
JAKARTA, investortrust.id – Pasar Modal Indonesia menunjukkan kinerja yang lebih baik dari perkiraan, dengan pertumbuhan yang dinilai sangat positif sepanjang Mei 2025. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adagium Sell in May and Go Away menjadi sekadar mitos saja pada 2025.
“Iya memang sepertinya surprisingly (IHSG) cukup positif tidak seperti biasanya,” jawab Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto kepada Investortrust.id pada Selasa (27/5/2025).
Fenomena sell in May and go away berasal dari bursa saham Amerika Serikat (AS) ketika investor cenderung menjual saham pada awal Mei dan membeli kembali pada awal November. Fenomena ini mencuat karena kepercayaan bahwa secara historis performa saham pada Mei hingga Oktober akan lebih rendah jika dibandingkan periode November sampai April.
Dalam 10 tahun terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) hanya menunjukkan pelemahan periode Mei-Oktober pada tahun 2015, 2018, 2022, dan 2024. Sisanya, perdagangan periode Mei-Oktober di bursa menunjukkan kenaikan pada tahun 2015, 2016, 2017, 2019, 2020, 2021, dan 20023.
Baca Juga
Dengan kata lain, mayoritas histori perdagangan di BEI menunjukkan bahwa sell in May and go away hanya mitos bagi Indonesia.
Khusus tahun ini, Mirae Asset Sekuritas Indonesia mencatat bahwa IHSG naik 6,2% sejak awal bulan Mei (month to date/MTD) dengan total arus masuk dana asing di pasar saham mencapai Rp 4,4 triliun.
Sebaliknya, pasar Amerika Serikat menghadapi tantangan signifikan dalam beberapa hari terakhir, terutama akibat kebijakan pemerintah yang sulit untuk diprediksi di bawah kepemimpinan Donald Trump.
“Nilai tukar Dolar AS (Amerika Serikat) pun tertekan, dan sentimen secara keseluruhan terhadap AS tetap negatif. Sementara itu, kawasan lain, termasuk Eropa dan Jepang berhasil mengungguli AS, baik di pasar saham maupun nilai tukar,” jelas Rully dalam ulasan hariannya.
Berdasarkan data BEI, IHSG terapresiasi sebanyak 8,85% dalam sebulan, yang turut meliputi pergerakan indeks beberapa hari terakhir pada April 2025. Hingga penutupan perdagangan pada Selasa (27/5/2025), IHSG kembali terapresiasi, yakni sebesar 10,613 poin atau 0,15% ke level 7.198,96.
Menuju akhir Mei 2025, hingga hari ini IHSG hanya mengalami koreksi pada tiga hari perdagangan, jika dihitung sejak awal bulan yakni 2 Mei 2025.
Baca Juga
Investor Asing Berbalik Net Sell Rp 211,12 Miliar, Lima Saham Ini Teratas
Rully pun menerangkan, Indonesia terdampak positif dari tren global jangka pendek ini, meskipun prospeknya masih penuh ketidakpastian. “Saat ini, sentimen masih positif, didukung oleh pemangkasan suku bunga BI (Bank Indonesia) pekan lalu, serta data ekonomi yang cukup positif,” sambungnya.
Neraca pembayaran (BoP) dan neraca transaksi berjalan tetap stabil pada kuartal I-2025, sementara neraca fiskal berbalik positif pada April 2025.
Secara global, pasar juga terdorong oleh meredanya ketegangan perang dagang antara AS dan China. Namun Rully mengingatkan, kehati-hatian tetap diperlukan karena ketidakpastian masih membayangi.
Di sisi lain, Pemerintah Indonesia berencana meluncurkan insentif fiskal mulai Juni untuk mendorong pertumbuhan ekonomi setelah ekspansi yang moderat pada kuartal I-2025. Kami melihat kemungkinan pertumbuhan yang lebih rendah lagi pada kuartal II-2025,” pungkasnya.

