IHSG Berpotensi Menuju Level 7.000 Usai Libur Waisak Ini, Apa Pemicunya?
JAKARTA, investortrust.id – Pasca libur panjang Waisak, indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) berpeluang menguat signifikan ke level psikologis 7.000 pekan ini. Penguatan ini didorong oleh sentimen positif membaiknya hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Analis Pasar Modal sekaligus Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengatakan, kesepakatan mengejutkan yang diumumkan pada 12 Mei 2025, yaitu AS akan menurunkan tarif produk China dari 145% menjadi 30%. Begitu juga dengan China memangkas tarif produk AS dari 125% menjadi 10% selama 90 hari. Kesepakatan ini akan menjadi katalis kuat yang mendorong optimisme global.
Baca Juga
IHSG Sukses Pertahankan Penguatan Pekan Ini, Terdorong Sejumlah Saham Ini
“Kesepakatan ini jauh lebih baik dari ekspektasi pasar dan memperbesar peluang perbaikan rantai pasok global serta peningkatan volume perdagangan dunia. Hal ini turut mendongkrak minat terhadap aset berisiko, termasuk pasar saham negara berkembang seperti Indonesia,” tutur Hendra kepada saat dihubungi investortrust.id Selasa, (13/5/2025).
Meskipun investor asing masih mencatatkan net sell sebesar Rp 53,85 triliun sepanjang tahun berjalan atau year to date (ytd), Hendra melontarkan, daya tahan investor domestik masih solid menopang pasar. IHSG yang pekan lalu mampu bertahan di atas 6.800 dan ditutup menguat 0,25% ke level 6.832,80 menjadi sinyal awal bahwa sentimen pasar mulai berubah arah.
Secara teknikal, Hendra mengatakan, jika level resistance 6.945 berhasil ditembus dengan volume transaksi yang memadai, IHSG bakal menuju 7.000 dalam waktu dekat. Bahkan, dalam satu hingga dua pekan ke depan sangat terbuka.
Baca Juga
IHSG Masih Melemah 4,42% Sejak Awal Tahun Pasca Pengumuman Tarif Dagang
“Secara sektoral, saham-saham berbasis komoditas dan infrastruktur menjadi unggulan. Saham seperti ANTM dan INCO berpotensi mendapat angin segar dari pemulihan permintaan logam dasar akibat meredanya ketegangan dagang, sementara PTPP menarik perhatian di tengah ekspektasi akselerasi proyek infrastruktur,” terang Hendra.
Di sektor keuangan, lanjut dia, BBRI tetap menjadi pilihan defensif karena didukung oleh fundamental kuat dan eksposur dominan terhadap pembiayaan UMKM yang relatif tahan terhadap tekanan eksternal.
“Di sisi lain, nilai tukar rupiah masih menghadapi tekanan dari penguatan dolar AS, yang menguat seiring ekspektasi peningkatan ekspor AS dan arus masuk modal ke aset dolar,” ucapnya.
Baca Juga
Emiten Sawit Berjaya di Kuartal I-2025, Laba Tertinggi Dicetak Emiten Ini, Bagaimana Sahamnya?
Namun demikian, kata Hendra, fundamental domestik yang solid, termasuk cadangan devisa tinggi dan inflasi yang terjaga membuat stabilitas rupiah masih dalam batas aman. Bank Indonesia diperkirakan akan terus melakukan intervensi di pasar spot, DNDF, dan SBN untuk menjaga stabilitas.
Dalam jangka pendek, dia memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 15.900 - Rp 16.150 per dolar AS.
“Dengan sentimen eksternal yang mulai membaik dan stabilitas makroekonomi domestik yang terjaga, pasar saham Indonesia berada dalam posisi menarik untuk kembali mencetak kinerja positif, menjadikan momentum saat ini penting bagi pelaku pasar dalam menyusun strategi akumulasi jangka menengah,” terangnya.

