Indonesia Maritime Week Diharapkan Dorong Pertumbuhan Industri Pelayaran Nasional
JAKARTA, investortrust.id - Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto berharap agar Indonesia Maritime Week (IMW) menjadi agenda tahunan yang dapat mendorong pertumbuhan industri pelayaran nasional. Industri pelayaran ini erat kaitannya dengan perkembangan perdagangan global.
“Forum ini bukan hanya ajang temu bisnis. Tetapi, juga ruang untuk menyelaraskan regulasi, meningkatkan infrastruktur pelabuhan, dan mendorong praktik maritim yang berkelanjutan,” kata Carmelita sebagaimana dilansir Antara, dikutip Rabu (28/05/2025).
Baca Juga
Soal “Macet Horor” di Pelabuhan Tanjung Priok, INSA: Jangan Saling Menyalahkan!
Tingkatkan Perdagangan Global
Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Novyan Bakrie mengatakan, sektor maritim tidak lepas dari perdagangan, karena di dalamnya terdapat kapal-kapal logistik. Maritim akan mengikuti perkembangan kondisi perdagangan.
Anindya menjelaskan, kondisi perdagangan global tengah dihebohkan dengan tarif impor resiprositas tinggi yang diberlakukan pemerintah Amerika Serikat, dengan termasuk Indonesia mendapatkan tarif sebesar 32%. Namun, RI dan banyak negara lain masih mendapat penangguhan tarif selama 90 hari per 9 April 2025, untuk menyediakan waktu guna negosiasi.
Baca Juga
Danantara Dapat Hasilkan Dividen Rp 163 Triliun/Tahun, Investasi dan Perdagangan Ditingkatkan
Ia menjelaskan, meski saat ini mitra dagang Indonesia yang paling besar masih Cina, namun AS juga merupa kan mitra dagang terbesar kedua untuk RI. Nilai perdagangan Indonesia dengan Cina mencapai US$ 140 miliar setahun.
"Sedangkan AS adalah mitra dagang terbesar kedua dengan nilai US$ 40 miliar. Itu 9% dari perdagangan global, perdagangan Indonesia secara global," tuturnya.
Hingga kini, Anindya mengatakan, pemerintah Indonesia masih berupaya melakukan negosiasi dengan pihak AS guna penurunan tarif itu. Sejumlah tawaran untuk negosiasi pun telah disampaikan Indonesia kepada AS, salah satunya dengan menyeimbangkan perdagangan antara kedua negara.
"Pertama, kami dapat menyeimbangkan perdagangan, kan ada surplus US$ 18 miliar (di sisi Indonesia terhadap AS) itu. Caranya dengan mengalokasikan kembali impor minyak dan gas senilai US$ 40 miliar dari tempat lain, sebagian besar dari Timur Tengah," ungkap Anindya.
Oleh karena itu, lanjut dia, kita dapat menjual lebih banyak peralatan makanan, elektronik, pakaian, dan furnitur. Sedangkan AS ingin menjual lebih banyak kedelai, gandum, kapas, susu, dan sebagainya.
"Jadi, secara teori, itu bisa dilakukan (peningkatan perdagangan)," imbuhnya.

