Airlangga Ajak ASEAN Satukan Kekuatan Hadapi Banjir Baja Murah China dan Perang Tarif
JAKARTA, investortrust.id - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengajak kolaborasi antarnegara ASEAN dalam menghadapi tantangan industri baja global, menyusul dampak perang tarif dan masuknya baja murah dari China.
Hal itu disampaikan Airlangga dalam pembukaan acara "Iron and Steel Summit and Exhibition of Indonesia (ISSEI) 2025" di Jakarta International Convention Center (JICC), Rabu (21/5/2025).
“Tarif resiprokal 25% dari Amerika Serikat terhadap baja, besi, dan aluminium jadi ancaman nyata. ASEAN harus menyuarakan kepentingan bersama dan memperkuat kerja sama untuk menghadapinya,” kata Airlangga.
Politisi Partai Golkar itu menekankan pentingnya menetapkan standar baja regional agar keselamatan konstruksi tidak dikompromikan oleh baja kualitas rendah.
Menurutnya, ASEAN punya potensi besar untuk bertahan dari tekanan eksternal. Dengan populasi 600 juta jiwa dan pertumbuhan ekonomi regional 4,7%, kawasan ini punya pasar domestik kuat dan cukup stabil. “Indonesia bahkan mencatatkan pertumbuhan 4,87% di tengah tekanan global,” bebernya.
Menko Perekonomian turut menyoroti potensi besar Indonesia dalam rantai pasok baja global, termasuk kapasitas pirometalurgi nasional yang mencapai 390 juta ton. Menurutnya, potensi ini bisa dimaksimalkan untuk memperkuat posisi Indonesia dan ASEAN dalam industri logam global, termasuk dalam ekosistem kendaraan listrik.
Sementara itu, Chairman Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Muhammad Akbar Djohan menambahkan bahwa acara ini hadir di tengah ketidakpastian global dan meningkatnya proteksionisme. Menurutnya, forum ini menjadi momentum menyatukan langkah menuju industri baja Asia yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Baca Juga
Eskalasi Baru Perdagangan AS, Trump Bakal Kenakan Tarif 25% untuk Baja dan Aluminium
“Kami ingin membawa industri baja Asia menjadi lebih resiliensi, kompetitif, dan terintegrasi secara teknologi dan lingkungan. Salah satunya melalui Deklarasi Asia yang akan ditandatangani hari ini sebagai komitmen kolektif kawasan,” ujar Akbar.
ISSEI 2025 digelar hasil kerja sama strategis The Indonesia Iron & Steel Institute (IISIA) dengan Southeast Asia Iron and Steel Institute (SEAISI). Forum ini diisi seminar soal transisi menuju emisi nol bersih dan praktik hijau lainnya.
Di sisi lain, Chairman SEAISI Dato Lim Hong Thye menyampaikan bahwa industri baja ASEAN kini terdampak dua tekanan besar, yakni kebijakan proteksionis AS dan membanjirnya ekspor baja murah dari China yang mulai menyerupai krisis 2013–2015. “China mengekspor hingga 110 juta ton baja pada 2024, dan lebih dari 33 juta ton masuk ke Asia Tenggara. Ini memberi tekanan berat pada produsen lokal,” ujarnya.
Baca Juga
Tragedi baja
Lim juga menyoroti meningkatnya kasus kegagalan struktur bangunan akibat penggunaan baja berkualitas rendah, termasuk tragedi ambruknya gedung 30 lantai di Bangkok, Thailand. Ia menyebut sejumlah pabrik peleburan baja dari China kini direlokasi ke ASEAN dan kerap beroperasi tanpa pengawasan ketat.
Oleh sebab itu, ia menyerukan moratorium teknologi peleburan induksi yang dianggap tidak sesuai standar untuk bangunan publik. “Kita tidak bisa kompromi soal keselamatan,” tegasnya.
Secara terpisah, Airlangga sepakat dengan data yang disampaikan oleh SEAISI. Ia menyebut tragedi seperti di Bangkok dan kasus di Palu, Indonesia, sebagai alarm bagi semua negara, khususnya di ASEAN.
“Industri ini tidak hanya soal produksi dan perdagangan, tetapi soal keselamatan manusia. ASEAN perlu satu suara. Kalau tidak, kita akan terus jadi korban dari konflik dagang global dan krisis kualitas,” tandasnya. (C-13)

