AS-Iran Tegang Lagi, Harga Minyak Bergerak Naik
NEW YORK, investortrust.id - Harga minyak dunia menguat tipis pada perdagangan Senin (19/5/2025), di tengah meningkatnya ketegangan diplomatik antara Amerika Serikat dan Iran yang mengimbangi sentimen negatif dari penurunan peringkat kredit AS oleh Moody’s.
Baca Juga
Kontrak berjangka Brent naik 0,2% menjadi 65,54 dolar AS per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) mencatat kenaikan 0,32% ke level 62,69 dolar AS per barel. Keduanya memperpanjang penguatan mingguan setelah masing-masing naik lebih dari 1% pekan lalu.
Pasar mencermati perkembangan terbaru dari negosiasi nuklir AS-Iran. Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Majid Takht-Ravanchi, menegaskan bahwa pembicaraan tidak akan menghasilkan kesepakatan jika Washington tetap menuntut penghentian pengayaan uranium.
“Peningkatan ekspor Iran sebesar 300.000 hingga 400.000 barel per hari tampaknya sangat kecil kemungkinannya sekarang,” ujar Alex Hodes, analis energi di StoneX.
Di sisi lain, tekanan datang dari penurunan peringkat kredit Amerika Serikat menjadi Aa1 oleh Moody’s, yang menimbulkan keraguan atas daya beli energi negara konsumen terbesar dunia itu. Selain itu, data ekonomi dari Tiongkok menunjukkan pertumbuhan produksi industri dan penjualan ritel yang lebih lambat dari proyeksi.
Baca Juga
Moody’s Turunkan Peringkat Kredit AS, Soroti Beban Utang Pemerintah yang Membengkak
“Data Tiongkok yang lebih lemah dari perkiraan tidak membantu harga minyak mentah, meskipun saya melihat tekanan tersebut masih tergolong moderat,” jelas Giovanni Staunovo, analis komoditas di UBS, seperti dikutip CNBC.
Baca Juga
Pertumbuhan Industri China Melambat, Ketidakpastian Tarif Masih Membayangi
Pasar juga merespons pernyataan terbaru Menteri Keuangan AS Scott Bessent, yang mengindikasikan Presiden Donald Trump akan tetap memberlakukan tarif terhadap negara-negara mitra yang dianggap tidak bernegosiasi dengan itikad baik.
Menurut John Kilduff dari Again Capital, volatilitas harga minyak kemungkinan akan tetap tinggi dalam waktu dekat, dengan katalis utama berasal dari perkembangan kebijakan tarif, negosiasi nuklir, dan pembicaraan perdamaian Ukraina.
“Jika perang Ukraina berakhir, maka ekspor minyak Rusia bisa meningkat secara signifikan dan hal itu sangat mungkin mendorong harga minyak turun tajam,” ujar Kilduff, mengutip pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin yang menyebut Moskow siap bekerja sama dengan Ukraina untuk mencapai nota kesepahaman perdamaian.

