Ekspor China April Melonjak Didukung Permintaan dari Asia Tenggara
BEIJING, investortrust.id - Ekspor China melonjak pada April berkat kenaikan pengiriman ke negara-negara Asia Tenggara, yang berhasil mengimbangi penurunan tajam ekspor ke Amerika Serikat setelah tarif tinggi mulai diberlakukan.
Baca Juga
Dibayangi Kekhawatiran Tarif, Laba Industri China Kuartal I 2025 Masih Tumbuh
Data dari otoritas bea cukai Tiongkok pada Jumat (menunjukkan ekspor meningkat 8,1% secara tahunan dalam denominasi dolar AS, jauh melampaui ekspektasi jajak pendapat Reuters yang memperkirakan kenaikan hanya 1,9%.
Sementara itu, impor hanya turun 0,2% pada April dibandingkan tahun sebelumnya, lebih baik dari proyeksi ekonom yang memperkirakan penurunan 5,9%.
Pengiriman barang Tiongkok ke AS anjlok lebih dari 21% pada April secara tahunan, sedangkan impor dari AS turun hampir 14%, menurut perhitungan CNBC atas data resmi. Sebagai perbandingan, ekspor ke AS naik 9,1% pada Maret karena eksportir bergegas mengirimkan pesanan sebelum tarif diberlakukan.
Secara kumulatif Januari-April, ekspor Tiongkok ke AS turun 2,5%, sedangkan impor dari AS turun 4,7% dibandingkan tahun lalu.
Lonjakan ekspor keseluruhan diperkirakan sebagian berasal dari pengiriman ulang melalui negara ketiga dan kontrak lama yang diteken sebelum pengumuman tarif, menurut Zhiwei Zhang, Presiden dan Kepala Ekonom di Pinpoint Asset Management. Ia memperkirakan data perdagangan akan melemah secara bertahap dalam beberapa bulan mendatang.
Ekspor ke negara-negara ASEAN melonjak 20,8% pada April, meningkat tajam dari 11,6% pada Maret. Vietnam dan Malaysia tetap menjadi tujuan utama ekspor, sementara pengiriman ke Indonesia dan Thailand tumbuh masing-masing 37% dan 28% secara tahunan.
Ekspor ke Uni Eropa naik 8,3%, sementara impor turun 16,5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Presiden AS Donald Trump telah menetapkan tarif sebesar 145% untuk semua impor dari Tiongkok, yang dibalas oleh Beijing dengan tarif 125% terhadap barang AS. Kedua negara saat ini berupaya menekan dampak ekonomi dari tarif tiga digit tersebut dengan mengecualikan sejumlah produk penting.
Baca Juga
China Anggap Pengecualian Tarif Hanya ‘Langkah Kecil’, Desak Trump Revisi Bea Masuk 145%
Jumlah kapal kontainer dari Tiongkok ke AS anjlok tajam pada akhir April, menurut Raymond Yeung, Kepala Ekonom Tiongkok Raya di ANZ Bank.
Pemerintah Tiongkok telah mempercepat stimulus dalam beberapa pekan terakhir untuk menahan dampak tarif, termasuk pelonggaran kebijakan moneter dan dukungan terhadap bisnis terdampak.
Aktivitas pabrik Tiongkok jatuh ke level terendah dalam 16 bulan, dengan indikator pesanan ekspor baru merosot ke titik terendah sejak Desember 2022. Goldman Sachs memperkirakan sekitar 16 juta pekerjaan—atau 2% tenaga kerja—terancam akibat sektor ekspor ke AS yang terpukul.
Indeks manajer pembelian terbaru menunjukkan penurunan lapangan kerja secara luas, karena pabrikan mulai menghentikan produksi dan merumahkan pekerja dengan bayaran penuh.
Pemerintah daerah dan pelaku usaha besar di Tiongkok menyuarakan dukungan untuk mengalihkan produk ekspor ke pasar domestik, yang kemungkinan akan menambah tekanan deflasi di ekonomi nasional.
Tiongkok dijadwalkan merilis data inflasi konsumen dan produsen pada Sabtu, yang diperkirakan akan mencerminkan tren deflasi yang berlanjut. CPI diperkirakan turun 0,1% secara tahunan dan PPI turun 2,8%, menurut survei Reuters.
Indeks acuan CSI 300 turun 0,23% pada Jumat. Yuan lepas pantai stabil di 7,2483 per dolar AS.
Investor kini mencermati pertemuan antara pejabat tinggi AS dan Tiongkok di Swiss akhir pekan ini—dialog tingkat tinggi pertama sejak eskalasi tarif terakhir. Meski kesepakatan komprehensif masih jauh, para analis melihat kemungkinan adanya pelonggaran tarif secara bertahap.
Baca Juga
AS - China Akan Bertemu di Swiss, tapi Trump Tak Mau Longgarkan Tarif
"Jika deeskalasi tarif terjadi, itu akan menjadi katalis besar bagi ekuitas Tiongkok," ujar Laura Wang, analis ekuitas Morgan Stanley, seperti dikutip CNBC. Ia menambahkan bahwa proses negosiasi akan panjang dan penuh dinamika.
Morgan Stanley memperkirakan tarif efektif AS terhadap barang Tiongkok bisa turun dari level saat ini menuju 45% pada akhir tahun, meskipun “resolusi menyeluruh masih sulit tercapai.” Beberapa bank Wall Street telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun ini menjadi sekitar 4%, di bawah target Beijing sebesar 5%.

