Belum Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
Oleh Abdul Latief,
Pendiri Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi),
Pengurus Yayasan Wakaf Paramadina
INVESTORTRUST.ID – Hari ini, tanggal 10 Juni 2025, adalah hari lahir ke-53 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Mari kita bersama mensyukuri rahmat dan anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita, para "Pengusaha Pejuang dan Pejuang Pengusaha". Pemerintah melalui keputusan presiden (keppres) juga menetapkan hari ini sebagai hari Kewirausahaan Indonesia.
Perjuangan kita belum selesai, langkah kita masih jauh. Cita-cita Indonesia menjadi negara yang makmur dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri di bidang ekonomi belum tercapai. Untuk itu, kita harus bersatu, cerdas, serta terus berupaya, pantang menyerah.
Hipmi yang kita niatkan adalah organisasi yang melahirkan entrepreneur nasionalis, patriot pengisi kemerdekaan, menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Ternyata kita belum menjadi pemimpin, tuan rumah, atau pelaku utama yang menggerakkan ekonomi bangsa demi memakmurkan rakyat Indonesia.

Tetapi kita tak boleh mengeluh, apalagi menyerah. Sejak awal Hipmi didirikan, kita memang sudah menyadari bahwa cita-cita mulia ini tidak mudah dicapai. Untuk menjadi negara maju, kita perlu memiliki rasio entrepreneur 12-14% dari populasi. Kini kita baru memiliki sekitar 3%, bahkan itu pun 65%-nya merupakan pengusaha kecil.
Baca Juga
Dengan Gabung OECD, UMKM Indonesia Naik Kelas dan Pendidikan Makin Keren
Indonesia belum memiliki pengusaha kelas menengah yang memadai dari aspek kualitas maupun kuantitas. Masyarakat kelas menengah Indonesia baru mencapai 17% dari populasi. Padahal, untuk menggerakkan mesin ekonomi secara masif, jumlah masyarakat kelas menengah mesti di atas 55%. Dengan demikian, struktur ekonomi masyarakat kita sungguh tidak seimbang.Masyarakat umum dan masyarakat bisnis berada dalam struktur dan kondisi yang rapuh (fragile).
Format program pemerintah dalam membina dunia usaha perlu dievaluasi kembali. Format usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih jauh dari berhasil. Penyatuan pembinaan UMKM perlu ditinjau ulang. Perlu secara tajam dipisahkan antara pembinaan pengusaha menengah dan pengusaha kecil. Dalam format sekarang, pembinaan UMKM tidak akan mampu mengembangkan usaha menengah karena mereka terdegradasi.
Baca Juga
Menteri UMKM Sebut Sektor UMKM Masih Normal di Tengah Perlambatan Ekonomi
Pembinaan pengusaha menengah harus dibuat dalam format khusus. Konsep ini lazim disebut affirmative action atau affirmative programme. Sebaiknya program pembinaan usaha difokuskan ke format skala dan jenis usaha. Itu karena usaha kecil sangat luas dan banyak, terdiri atas tiga kelompok yang lazim terbagi dalam smale scale industries, home industries, dan cottage industries.
Hipmi diarahkan untuk melahirkan kelas menengah baru pengusaha Indonesia, dididik dengan aplikasi teknologi yang nantinya berkembang sendiri menjadi pengusaha besar. Development programme is educational programme. Itulah konsep dan falsafah Hipmi. Mengapa Hipmi maju dan berkembang? Karena landasan Hipmi adalah persatuan.
Baca Juga
Indeks Bisnis UMKM BRI: Kinerja Terus Tumbuh dan Tetap Optimis
Dalam menghadapi era digital saat ini, para kader Hipmi harus mendalami dan mengaplikasikan teknologi dalam bisnis. Kita mulai dengan ATM, yaitu Amati, Tiru, dan Modifikasi. Yang belum ke China, perlu ke China, atau negara lain yang sudah maju.
Kita belum terlambat. Falsafah kemajuan kita adalah “Development programme is Educational programme”. Jangan pernah menyerah. Kalau jatuh, walaupun sakit, harus segera merangkak dan harus cepat bangkit. ***

