AS-China "Berdamai" 90 Hari, BCA Tetap Waspada dan Genjot Kredit
JAKARTA, investortrust.id - Eskalasi perang dagang Amerika Serikat (AS-China sedikit mereda dengan kesepakatan menunda 90 hari penerapan tarif 145% barang China ke AS dan balasan Beijing tarif 125%.
Merespons hal itu, EVP Corporate Communication & Social Responsibility PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA Hera F Haryn menyatakan akan mencermati dinamika makroekonomi, baik domestik maupun global, termasuk perkembangan terkini perang dagang AS-China. BCA fokus pada fundamental bisnis perseroan, serta tetap mengambil langkah prudent dalam menghadapi dinamika makroekonomi saat ini.
Baca Juga
Ini Jadwal Operasional BCA Selama Libur dan Cuti Bersama Waisak 2025
"Kami melihat kinerja industri perbankan akan sejalan dengan kondisi perekonomian. Tren pertumbuhan kredit masih terjaga hingga saat ini," ujar Hera kepada investortrust.id, Selasa (13/5/2025).
Hera menjelaskan, BCA terus mendorong penyaluran kredit ke berbagai segmen dan sektor, dalam rangka mendukung perekonomian nasional. Hingga Desember 2024, BCA telah menyalurkan kredit ke sektor manufaktur sebesar Rp 199,3 triliun per Desember 2024, tumbuh 8,0% year on year (yoy). Adapun kredit manufaktur BCA per Maret 2025 mencapai Rp 208,1 triliun, tumbuh 14,8% yoy.
"Ditopang oleh likuiditas memadai serta prospek perekonomian Indonesia yang positif, kami berkomitmen menjaga pertumbuhan kredit berkualitas secara berkelanjutan," ungap Hera.
Lebih lanjut, Hera menyebut, BCA optimistis terhadap potensi pertumbuhan kredit di semua sektor dengan tetap memperhatikan kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah.
Baca Juga
Blu by BCA Bangun Generasi Melek Finansial di Kalangan Mahasiswa
Secara bersamaan, kata Hera, BCA terus mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit, dengan mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan berdasarkan aktivitas usaha debitur. "Kami terus mengawasi penggunaan kredit yang diberikan," ucap Hera.
Sementara kesepakatan AS-China mencakup pemangkasan tarif timbal balik dari 125% menjadi hanya 10%. Namun, bea masuk AS sebesar 20% terhadap impor barang dari China yang berkaitan dengan fentanyl tetap diberlakukan, sehingga total tarif terhadap China masih berada di level 30%.
Penundaan tarif juga diikuti penghilangan hambatan dagang (tariff barrier) sebagian besar produk dua negara, seperti barang-barang elektronik, digital, smartphone dan semikonduktor.

