75% Karang Dunia di Ujung Tanduk? Menteri LH Siap Tindak Penambangan Nikel di Raja Ampat
JAKARTA, investortrust.id - Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) akan mengambil langkah tegas dan sistematis dalam menangani indikasi kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Apalagi, Raja Ampat adalah rumah bagi 75% spesies karang dunia dan ribuan spesies endemik.
Padahal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beserta pemda setempat menyebut tidak ada pelanggaran dalam usaha pertambangan di wilayah itu.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, Raja Ampat merupakan jantung keanekaragaman hayati laut dunia dan tergolong sebagai Kawasan Strategis Nasional Konservasi (KSKK) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat.
Baca Juga
Benarkah Tambang Nikel Rusak Raja Ampat? Ini Kata Gubernur, Menteri ESDM, dan Warga
“Kami tidak akan membiarkan satu inci pun kerusakan di wilayah yang menjadi rumah bagi 75% spesies karang dunia dan ribuan spesies endemik. Penegakan hukum dan pemulihan lingkungan menjadi komitmen utama kami,” tegas Hanif, Senin (9/6/2025).
Diketahui, terdapat lima perusahaan tambang yang memiliki izin resmi untuk beroperasi di wilayah Raja Ampat. Sebanyak dua perusahaan memperoleh izin dari pemerintah pusat, yaitu PT Gag Nikel (GN) dengan izin operasi produksi sejak 2017 dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dengan izin operasi produksi sejak 2013.
Sementara tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari pemerintah daerah (Bupati Raja Ampat), yaitu PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan izin usaha produksi (IUP) diterbitkan pada 2013, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP diterbitkan pada 2013, dan PT Nurham dengan IUP diterbitkan pada 2025.
KLH/BPLH sendiri telah melakukan pengawasan langsung pada 26–31 Mei 2025 di empat perusahaan, yaitu PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Mulia Raymond Perkasa.
Berdasarkan laporan KLH/BPLH, PT Gag Nikel berkegiatan di Pulau Gag yang seluruhnya masuk dalam kawasan hutan lindung dan termasuk kategori pulau kecil. Persetujuan lingkungannya akan ditinjau kembali dan KLH/BPLH akan memerintahkan pemulihan atas dampak ekologis yang terjadi.
PT ASP beroperasi di Pulau Manuran dan Waigeo. Ditemukan adanya pencemaran akibat settling pond yang jebol dan kegiatan di kawasan suaka alam. KLH/BPLH akan memerintahkan peninjauan ulang izin lingkungan dan melakukan penegakan hukum pidana serta gugatan perdata.
PT KSM melakukan kegiatan di Pulau Kawe, pulau kecil yang berada di kawasan hutan produksi. Pengawasan menemukan kegiatan di luar izin kawasan. Izin lingkungan akan ditinjau kembali dan proses hukum akan dilakukan atas pelanggaran kehutanan.
PT MRP menjalankan eksplorasi di Pulau Manyaifun dan Batang Pele tanpa dokumen lingkungan dan tanpa persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH). Kegiatannya dihentikan dan langkah hukum akan ditempuh.
KLH/BPLH juga akan menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua Barat Daya berbasis kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang menempatkan perlindungan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai prioritas. Penanganan ini berlandaskan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Raja Ampat adalah simbol kekayaan alam Indonesia dan dunia. Menjaganya adalah tanggung jawab bersama. KLH/BPLH memastikan bahwa seluruh izin dan aktivitas usaha harus selaras dengan perlindungan ekosistem serta hukum yang berlaku,” ujar Hanif.
Sementara Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu mendukung masyarakat di wilayahnya yang menginginkan kegiatan produksi pertambangan nikel oleh PT Gag Nikel, anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali beroperasi.
Sebelum ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memutuskan menghentikan sementara waktu kegiatan produksi PT Gag Nikel. Pasalnya, terdapat kabar kegiatan produksi PT Gag Nikel telah mencemari dan merusak lingkungan Raja Ampat.
Menanggapi persoalan tersebut, Bahlil pun melakukan kunjungan langsung ke Pulau Gag untuk melakukan verifikasi lapangan. Dalam kunjungan itu, Bahlil didampingi Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu dan Bupati Raja Ampat Orideko Burdam.
“Ketika kami sampai di sana, masyarakat lokal semua yang ada di situ, kecil, besar, perempuan, tua, muda, mereka menangis minta Pak Menteri ini tidak boleh ditutup, ini harus dilanjutkan,” kata Elisa Kambu dalam laporan konferensi pers yang diterima Investortrust.id, dikutip Senin (9/6/2025).
Baca Juga
Hipmi Minta Waspadai Framing Negatif Asing soal Tambang Nikel di Raja Ampat
Dia menerangkan, penghentian operasional PT Gag Nikel tersebut membuat ekonomi masyarakat sekitar terdampak. Maka dari itu, sebagai pemimpin daerah, Elisa mendukung keinginan masyarakatnya. “Kalau kami pemerintah, kita mengikuti kemauan masyarakat dan itu hadir untuk kesejahteraan masyarakat. Kenapa kita harus membuat rakyat susah?” ucap dia.
Elisa Kambu juga mengungkapkan bahwa tidak ada kerusakan dan pencemaran lingkungan akibat kegiatan pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat sebagaimana laporan yang viral di media sosial.
“Kita sudah survei di Pulau Gag. Di video lalu itu kan, laut itu ada cokelat ya, tetapi tadi kita lihat di sana biru. Terus, informasi Pulau Piaynemo itu juga jauh dari Gag, dan di Gag itu, tambang di sana cukup bagus,” ujar Elisa.
Sementara warga Pulau Gag Raja Ampat, Papua Barat Daya meminta Bahlil tetap melanjutkan operasional PT Gag Nikel, saat menerima kunjungan kerja menteri tersebut.
"Tidak ada itu Pak isu itu, laut kami bersih, hoaks itu kalua pulau kami rusak, alam kami baik baik saja Pak," kata Friska, warga Pulau Gag kepada Bahlil di Sorong.

