Politikus Golkar Minta Sederhanakan Regulasi Investasi untuk Atasi Badai PHK
JAKARTA, investortrust.id - Ketua DPP Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin memberikan respons perihal maraknya pemberitaan terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menimpa industri dalam negeri. Ia meyakini, badai PHK yang sedang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor yang datang dari dalam dan luar negeri.
Salah satu faktor yang ia sebut menjadi biang kerok badai PHK di Indonesia adalah hambatan terhadap iklim investasi. Ia menyebut saat ini iklim investasi memiliki banyak hambatan bagi para investor.
"Kita tahu untuk investasi di Indonesia itu masih banyak sekali tantangannya, sudah seringkali dibahas juga ICOR kita itu masih sangat tinggi dan tidak sesuai dengan standar yang kita inginkan," katanya kepada Investortrust saat ditemui di Gedung DPP Partai Golkar, Jakarta, Minggu (18/5/2025).
Baca Juga
Menkomdigi Bakal Bertemu Menaker Bahas Badai PHK di Industri Media
Anggota Komisi XI DPR itu menyebut meski pemerintah telah melahirkan UU Ombibus Law yang dimaksudkan untuk mempercepat birokrasi investasi, justru ada perbedaan di lapangan. Ia berujar pelaksanaan UU Omnibus Law pada kenyataannya memiliki hambatan di lapangan.
Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah fokus untuk menyederhanakan regulasi investasi. Selain untuk memperkuat industri dalam negeri, kebijakan ini diharapkan dapat mengatasi adanya badai PHK di kemudian hari.
"Sebenarnya kalau kita mendorong supaya penyederhanaan regulasi itu terus dilakukan juga oleh DPR dan juga pemerintah. Dan sebenarnya yang paling penting bagaimana seluruh kebijakan ini bisa dilaksanakan di level pelaksananya, karena selalu hambatannya itu bukan kebijakannya tapi pelaksanaannya di tingkatan teknis," jelasnya.
Baca Juga
Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengaku khawatir dengan banyaknya pekerja Indonesia yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) belakangan ini.
Shinta mengungkapkan, sebanyak 73.992 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam tiga bulan atau sejak Januari hingga 10 Maret 2025. Angka tersebut berdasarkan data pekerja yang tidak lagi menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK). Sementara itu, terdapat 40.683 pekerja yang sudah mengklaim JHT BPJS TK sepanjang 2025 ini.
“PHK ini menjadi satu perhatian yang sangat mengkhawatirkan buat kita,” ucap Shinta pada Media Briefing yang digelar di Kantor Apindo, Jakarta, Selasa (13/5/2025).
Dengan jumlah tenaga kerja yang mengalami PHK tersebut, Shinta menyebutkan Indonesia memerlukan investasi-investasi untuk dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang baru. Bahkan menurutnya, jumlah lapangan pekerjaan yang harus tersedia per tahun sebanyak 3-4 juta pekerjaan.
“Walaupun dalam sisi lain kita juga banyak pekerjaan-pekerjaan baru melalui investasi yang masuk. Namun kita mesti menyadari bahwa di luar daripada PHK kita juga harus menyiapkan 3-4 juta pekerjaan baru setiap tahunnya,” terangnya.

