ASEAN+3 Serukan Kerja Sama Regional Hadapi Gelombang Baru Proteksionisme
MILAN, investortrust.id – Kebijakan tarif impor terbaru Presiden AS Donald Trump memicu respons keras dari negara-negara Asia. Dalam pertemuan tingkat tinggi yang digelar di sela-sela forum tahunan Bank Pembangunan Asia (ADB) di Milan, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari ASEAN Plus Tiga menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap meningkatnya proteksionisme global.
ASEAN+3 terdiri atas 10 negara ASEAN, ditambah Jepang, China, dan Korea Selatan.
Baca Juga
Dalam pernyataan bersama, para kepala keuangan ASEAN+3 menilai bahwa kebijakan perdagangan unilateral dan sektoral berpotensi melemahkan arus perdagangan, investasi, dan modal lintas kawasan. “Meningkatnya proteksionisme perdagangan membebani perdagangan global, yang mengarah pada fragmentasi ekonomi dan ketidakstabilan pasar,” bunyi pernyataan itu, dikutip dari Antara, Senin (5/5/2025).
Meskipun tidak secara eksplisit menyebut Amerika Serikat, pernyataan tersebut muncul tidak lama setelah Presiden Trump mengumumkan tarif balasan terhadap sejumlah negara Asia. Beberapa negara ASEAN terkena dampak signifikan: Kamboja dan Vietnam masing-masing menghadapi tarif sebesar 49% dan 46%, sebelum akhirnya diberikan masa tenggang selama 90 hari, kecuali untuk China.
Jepang, salah satu mitra dagang terbesar AS, dikenai tarif 24% atas produk impornya, termasuk bea dasar sebesar 10% yang tetap berlaku selama proses negosiasi.
Baca Juga
Hadapi Perang Dagang AS, Pemerintah Dorong Kerja sama dengan ASEAN
Dalam konferensi pers usai pertemuan, Menteri Keuangan Jepang Katsunobu Kato menegaskan pentingnya solidaritas regional. “Kami menegaskan kembali pentingnya kolaborasi untuk mencapai stabilitas ekonomi,” ujarnya, seraya menyoroti bahwa prospek pertumbuhan saat ini sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian eksternal.
Selain membahas risiko perdagangan, ASEAN+3 juga sepakat memperluas cakupan Prakarsa Multilateralisasi Chiang Mai (CMIM), skema jaring pengaman keuangan yang dibentuk pasca krisis Asia 1997. Pembaruan tersebut mencakup perluasan fungsi CMIM untuk mengantisipasi tekanan ekonomi akibat pandemi dan bencana alam, memperkuat kapasitas kawasan dalam menjaga likuiditas dan stabilitas keuangan.
Dengan latar ketidakpastian global yang terus meningkat, ASEAN+3 kini menempatkan penguatan integrasi regional sebagai prioritas utama. Langkah ini dinilai krusial untuk menjaga resiliensi ekonomi kawasan di tengah risiko geopolitik dan volatilitas pasar global.

