Jadilah "Napoleon"
JAKARTA, investortrust.id – “Jadilah ‘Napoleon’ di bidangmu. Jadilah seorang 'jenderal'”. Itulah moto yang selalu dipegang teguh Chief Executive Officer (CEO) Citi Indonesia, Batara Sianturi.
Semboyan hidup ini diperoleh Batara dari sang ayah, puluhan tahun silam. Pesan yang sama ia sampaikan kepada anak-anaknya. Juga kepada para karyawan Citi Indonesia.
“Kalau kamu jadi teller, jadilah jenderal di teller. Kalau kamu jadi corporate banker, jadilah jenderal di corporate banker. Intinya, jadilah yang terbaik di bidangmu,” kata bankir yang memulai karier pada 1988 itu.
Napoleon Bonaparte adalah pemimpin militer dan tokoh politik Prancis. Ia dikenal sebagai salah seorang panglima terhebat dan paling brilian sepanjang sejarah, kendati oleh sebagian kalangan dianggap sebagai tiran yang mengobarkan peperangan di seluruh Eropa.
Napoleon menjadi Kaisar Prancis dari 1804 sampai 1814, dan kembali pada 1815. Ia mengambil alih kekuasaan pada 1799 saat politik dilanda ketidakstabilan pasca-Revolusi Prancis.
Napoleon juga dianggap berjasa menyentralisasi pemerintahan, mereorganisasi perbankan, merombak sistem pendidikan, serta mentransformasi sistem hukum Prancis yang kemudian dijadikan model oleh negara-negara lain.
Batara Sianturi percaya, saat seseorang menjadi "Napoleon" di bidangnya, ia akan dicari banyak orang, bakal mendapat banyak tawaran. “Misalnya dia terkenal di bidang pemasaran. Keren nih orang, pasti departemen lain pengen ambil dong, bahkan perusahaan lain pengen ambil,” ujar ayah tiga anak tersebut.
Itu sebabnya, peraih gelar Sarjana Sains bidang Teknik Kimia dan Ilmu Polimer (double degree) dari Case Western Reserve University (Cleveland, Ohio, AS) ini menekankan pentingnya bekerja secara total agar menjadi yang terbaik.
“Jadilah yang terbaik dan lakukan yang terbaik dalam tanggung jawabmu. Kamu harus membuktikan bahwa kamu telah memberikan 120% tugas-tugasmu,” ucap pria yang hobilari, berenang, yoga, dan bermain piano tersebut.
Di luar itu, penggemar berbagai jenis musik ini punya prinsip bahwa peluang hanya bisa ditangkap oleh seseorang yang memosisikan dirinya sebagai “gelas setengah penuh”. Ia akan fokus pada aspek positif, mencari solusi, dan belajar dari setiap permasalahan yang dihadapinya.
Sebaliknya, gelas setengah kosong adalah metafora bagi orang yang selalu pesimistis. Ia akan fokus pada kegagalan dan kesulitan yang dihadapi, alih-alih belajar dari kesalahan dan mencari solusi terbaik.
“Anda harus menjadi gelas yang setengah penuh. Harus melihat peluang dalam krisis, bukan krisis dalam peluang,” tandas Batara yang menyabet gelar Magister bidang Teknik Kimia dari Stevens Institute of Technology (Hoboken, New Jersey, AS) dan gelar MBA bidang Keuangan dari St John’s University (New York City, AS).
Bagi Batara, kesuksesan adalah hasil perjalanan panjang seseorang. Kesuksesan tak bisa diperoleh secara langsung, cepat, mudah, dan praktis. Kesuksesan hanya bisa diraih oleh orang yang bekerja keras, mengalami jatuh bangun, dan telah melalui jam terbang yang panjang. “Tak ada yang instan, no shortcut,” tutur dia.
Batara Sianturi merupakan “kader sejati” Citi. Menjalani karier yang gemilang, Batara hanya membutuhkan waktu enam tahun atau lima kali naik jabatan untuk mencapai posisi Vice President sejak ia bergabung dengan bank global asal New York itu.
Batara menjabat CEO Citi Indonesia sejak Juni 2015. Ia memulai karier di Citi pada 1988 sebagai Management Associate. Selama 37 tahun berkarier di perbankan global, Batara telah mengenyam pengalaman di berbagai lini,dari mulai consumer banking, finance, hingga country and cluster management.
Sebelum menakhodai Citi Indonesia, Batara Sianturimenjabat sebagai CEO Citi untuk Filipina serta Cluster Head untuk Filipina dan Guam (2013–2015). Sebelum itu, Batara menempati posisi CEO Citi untuk Hongaria dengan membawahkan 12 negara di Eropa Tengah dan Eropa Timur (2007–2013).
Batara Sianturi juga aktif dalam pengembangan industri perbankan dengan menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Bank-Bank Internasional Indonesia (Perbina). Kecuali itu, Batara tercatat sebagai Ketua Komite US-ABC Indonesia, anggota Dewan Kamar Dagang Amerika Serikat - Indonesia (AmCham Indonesia), serta anggota Komite Penanaman Modal Kadin Indonesia.
Berikut petikan lengkap wawancara khusus Batara Sianturi dengan wartawan investortrust.id, Taufiq Al Hakim, Dicki Antariksa, dan Abdul Aziz di kantornya, kawasan SCBD Sudirman, Jakarta, baru-baru ini:
Citi dikenal sebagai “kawah candradimuka” para bankir, bisa Anda jelaskan?
Citi adalah bank global. Maka kami harus memiliki globally minded bankers. Nggak mungkin dong sebagai bank global, talentanya atau staf-stafnya atau human capital-nya local minded atau regional minded. Kan ada local bank, ada regional bank, ada global bank. Pola pikirnya disesuaikan.
Di local bank ada BCA, Bank Mandiri. Diregional bank adaUOB, OCBC, DBS, MUFG. Kemudian di global bank ada Citi, Standard Charter, Deutsche, JP Morgan.
So, if you are working in a global bank, you have to exhibit a global banker mind. Jadi, you have to be.
Kalau nggak, pasti nggak nyambung. Kalau dia bekerja di BUMN tapi mentalnya swasta, atau bekerja di swasta tapi mentalnya BUMN, pasti nggak nyambung. Mesti sama, mesti menghayati.
Saya bilang, Citi punya kultur sendiri. Standard Chartered punya kultur sendiri, Deutsche, BCA, Pertamina, PLN, Astra, mereka punya kultur sendiri. Setiap Perusahaan punya kultur sendiri. Every company has their own culture. And those working in that company is expected to absorb, to instill that culture. Supaya menyatu, kalau dalam bahasa Jawa istilahnya manunggal. Jadi, setiap Citi banker harus menunjukkan nilai Citi.
Nilai-nilai global itu diwujudkan dalam bentuk apa?
Yang pertama, Anda harus menunjukkan pikiran global banker karena Citi adalah bank global. Jadi, mindset-nya harus mindset global. Walaupun kerjanya di Indonesia, tapi kan kami terhubung dengan Citi Singapura, Citi New York, Citi Hong Kong, dan Citi di negara-negara lainnya di seluruh dunia.
Sebagai contoh, kami harus siap jika sewaktu-waktumendapat tugas atau ditelepon mendadak karena perbedaan waktu. Jam kerjadi New York kan tidak sama dengan Jakarta.Nggak bisa kami dengan gaya lokal ingin reaching global.
Kedua, yaitu kepercayaan, karena banking is about business of trust. Karena Anda memercayai bank, bank akan menjaga Anda. Ini adalah business of trust. Apakah individu, perusahaan kecil, perusahaan besar, semua menaruh uangnya di bank. Tentu semua mengharapkan bank untuk menjaganya.
Karena itu, kami harus percaya diri. Karena Anda percaya diri, maka saya percaya menyimpan uang saya di bank Anda. Jadi, nggak bisa bilang, percaya sama saya, dong! Trust saya, dong. Itu nggak bisa. Kepercayaan datang dari kepercayaan. Dan Anda harus menerima kepercayaan.
Nah, dalam tugas, kami biasanya kasih tanggung jawab kecil dulu, dia trustworthy atau nggak nih untuk handle tanggung jawab yang kecil, yang sesuai dengan tanggung jawabnya, misalnya sebagai Asisten Manajer.
Kalau bagus, dia akan promosi ke level Manajer. Diberi lagi tanggung jawab. Begitu seterusnya. Kalau berhasil, naik lagi jadi Asisten Vice President, naik lagi jadi Vice President, naik lagi ke Senior Vice President, naik lagi jadi Director, naik lagi jadi Managing Director.
Nggak bisa bilang, saya masih Asisten Manajer, tapi karena percaya diri, berikan saya tanggung jawab sebagai Manajer atau Vice President. Nggak bisa itu.
Jadi, tidak ada jalan pintas atau instan?
You have to earned. Makanya saya selalu bilang bahwa tidak ada shortcut dalam berkarier. Nggak ada yang instan. Umpanya besok saya ke dokter gigi. Saya tanya dokternya, kamu lulusan mana? Dijawab lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI). Berapa lama? Dua tahun. Dua tahun jadi dokter gigi? Nggak lah. Mendingan saya pindah ke dokter gigi yang lain aja.
Atau kita akan naik pesawat ke luar negeri. Kita tanya, berapa jam terbang pilotnya? Dijawab baru 300-350 jam. Saya akan langsung turun, nggak jadi naik pesawat karena pilotnya baru lulus sekolah penerbangan.
Masuk Citi, mana bisa Anda langsung jadi managing director? Anda harus melalui berbagai tahapan dulu, ada sekitar delapan tahap yang harus dilalui.
Atau mau masuk TNI, mana mungkin bisa langsungmenjadi jenderal bintang 4. Ada tingkatannya kan? There is no shortcut. All great things, take time. Untuk melahirkan seorang bayi diperlukan waktu sembilan bulan. Nggak bisa kan seorang perempuan melahirkan bayi setiap satu bulan?
Budaya perusahaan Citi sama di semua negara?
Sama.Karena saya kan sudah pernah berkarier di Australia dan negara-negara lainnya. Di Citi Bank Australia, tahun 1995-1996, saya nggak merasa asing di situ karena budaya kerjanya sama.Paling cuma beda-beda tempatnya. Sedikit lokal. Tapi budaya di dalam sistemnya sama.
Terus, saat saya berkarier selama delapan tahun di Eropa Timur, di Citi Bank Hungaria yang membawahkan 13 negara, its same Citi culture. Begitu pula ketika saya pindah ke Filipina selama dua tahun, itu pun sama.
Bagaimana dengan kearifan lokal?
Tetap ada. Dan itulah kenapa kami harus beradaptasi. Ketika saya menjadi CEO di Citi Bank Filipina, sebagai ekspatriat, saya harus beradaptasi dengan budaya Filipina.
Apa yang Anda tekankan kepada para karyawan?
Ada tiga, yaitu harus punya high energy (berenergi tinggi), passionate (penuh gairah), dan hungry (lapar terhadap perkembangan dan hal-hal baru).
Ada energi tapi nggak ada passion, ya percuma. Misalnya diajak makan di Hotel Borobudur. Buffet-nya enak,ada sop buntut, segala macem.Tapi mau pergi ke tempat itu nggak ada energi. Ya nggak bisa. Nafsu besar tenaga kurang. Nggak ada tenaga untuk pergi.
Nilai-nilai itu masih relevan?
Ini semua relevan. Kami ini organisasi 24 jam. Sekarang baru jam 10 pagi di sini, sebentar lagi Citi London open. Jadi, setiap enam jam, market itu open. Yang pertama-tama open adalah Sidney, atau Tokyo, Hong Kong, Jakarta, kemudian London. Selanjutnya teman-teman di New York. Berarti 24 jam.
Seperti kemarin. Saya rapat pagi, selesai jam 07.30. Jam segitu aja sudah tergopoh-gopoh.Lalu dalam pertemuan lain, saya permisi makan cepat. Makanannya enak, tapi makan cepet karena saya ada call, ada deal dengan New York (Citi New York).
Anda termasuk orang Indonesia yang sukses memimpin perusahaan global, apa kuncinya?
Kita berbicara basic dulu. Semua orang kan harus punya standar teknis yang baik. Oh, kalau ingin masuk, IPK (indeks prestasi kumulatif)-nya harus segini. Atau ada yang bilang, di company kami IPK-nya musti 3,2 ke atas. Kalau nggak, nanti nggak bisa disaring untuk management trainee.
I think, that is just the baseline. Ya nggak apa-apa. Because that is the first standard. Kita harus punya hardware (perangkat keras) bagus, punya pengetahuan, IPK, dan lain-lain.
Saya punya dua gelar S1, dua gelar S2. Tapi itu cuma hardware-nya aja. Yang paling penting adalah software (perangkat lunak)-nya. Software-nya yaitu EQ (emotional quotient) intelligence atau SQ (social quotient) intelligence. Ini berhubungan dengan bagaimana deal dengan orang.
Because yang promosiin Anda itu orang kan? Mana ada yang dipromosiin mesin. You have to be able to work with people.
Software lebih penting?
Kalau sekarang kan sebutan trennya kolaborasi.Dulu partnership, kerja sama, teamwork. Dulu teamwork, sekarang naik pangkat jadi kolaborasi. So, the hardware is your IQ, the software is your EQ or your SQ, social intelligence or emotional.
Di perusahaan kan ada tiga stakeholders, nih. Di atas kita, di bawah kita, dan di samping kita. Ada bos atau senior, ada anak buah di bawah, ada kolega di samping. Setara, tapi mungkin dia di finance atau depertemen lainnya.
Sama atasan, kita harus gantol. Sama anak buah, kita harus dongkrak. Sama teman-teman, kita gandeng. Digandeng, didongkrak, digantol.
Bos narik ke atas, anak buah naikin ke atas, dan teman-teman menggandeng kita. Jadi, manage up, manage down, manage across.
Kalau kita dipromosikan, letter-nya yang teken kan bos kita. Bos pasti tanya, ini gimana nih si Batara? Udahlah promosikan aja, bagus dia. Begitu kan?
Cara Anda menyelesaikan masalah?
Kita harus memastikan bahwa dalam memandang setiap hal, kita harus berpikir dan bersikap positif. Anda harus melihat gelas yang setengah penuh. Anda harus melihat peluang dalam krisis, bukan krisis dalam peluang.
Waktu Pakto 88 atau Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (paket deregulasi perbankan era Orde Baru) diterbitkan, saya baru masuk management trainee. Kemudian, ada Pakto 88. Orang-orang bisa bikin bank dengan mudah. Konsekuensinya apa? Banyak Citi banker yang keluar, dibajak. Jadi bos di bank ini, bank itu. Citi Bank hampir kosong.
Krisis kan? But if you are positive, that crisis make me promoted faster. Di atas kosong semua nih. Pak Batara bisa nggak garap ini? Siap. Bisa nggak garap itu? Siap.
Makanyadari management trainee tahun 1988 sampai saya mendapat posisi sebagai vice president pada 1994, itu hanya enam tahun.Dari management trainee, assistant manager, manager, assistant vice president, vice president. Lima kali naik. Hampir setiap tahun naik.
Saya ingat bos panggil saya. Dia orang Amerika. Dia bilang, eh Batara, financial controller kosong, nih. Padahal financial controller itu harusnya ditempati yang cukup senior. Karena dia dibajak, posisinya kosong.
Dia bilang, lo aja yang handle. Lah, saya kan orang operation.Dia bilang, You have a finance background. MBA-nya. Saya bilang, tapi kan saya bukan akuntan.
Terus, dia bilang begini, kamu bisa pake kalkulator nggak sih? Saya jawab bisa. Dia bilang, ya sudah, itu sudah cukup.
Kualifikasinya cuma kalau bisa pake kalkulator, just do the job. Just do it. Dicemplungin gitu.
So, I think we need to be positive. Kalau banyak perampingan, segala macam, see that's an opportunity. Oh, dengan demikian, kalau saya perform, this is a big opportunity saya.
Anda mengalami jatuh bangun juga?
Harus. Saya merasa jatuh atau kecewa saat tidak bisa memenuhi target, tidak achieve target.
Waktu itu ada sesuatu yang terjadi di industri perbankan. Kita tidak dapat mengendalikannya, sehingga banyak nasabah yang memindahkan investasinya ke bank lain. Akibatnya, saya tidak memenuhi target dan tidak mendapatkan bonus yang saya harapkan. Ya, kecewa.
Tapi Anda harus melanjutkan hidup. Lalu saya bilang, oke kesalahan saya di mana ya? Mungkin saya harus mengingatkan itu sebelumnya. Kan semua tergantung pada bagaimana Anda benar-benar mengelolanya.
Umpamanya ada target 100, Anda achieve 102. Terus Anda ngomong ke bos.Bos bisa bilang, ya bagus nih 102. Tapi kan market-nya kondusif. Mustinya lo dapatnya 110.
Bener nggak? Jadi keinginan bos dengan kita tidak nyambung. Artinya komunikasi kurang bagus.
Tapi ada yang targetnya 100, laluachieve-nya 98. Nyambung nih sama bos karena kondisinya.Dia bilang, emang lo luar biasa. Yang lain udah 85, jebol.
Kemarin muncul berita. Ada satu company, headline-nya bukan mid target, lho? Company ini menjadi less negative. Pinter juga dibikin headline-nya. Stock-nya naik.Saya bilang, keren ini. Siapa nih public affairs-nya atau chief financial officer (CFO)-nya?
Nggak capai target, tapi become less negative. Wah, keren. Naik tuh harga sahamnya karena naratifnya bagus. Bahwa dari minus 10 berkurang menjadi minus 3. Dan in the next 3 quarter, we will be positive.
Cara dia menarasikan sangat bagus. Ini tentang bagaimana berkomunikasi. Ujung-ujungnya, we are all human. There is no bank without a banker. There is no country without a people.So how we interact with each other, itu paling penting.
Bagaimana Anda melihat kegagalan?
I always said to my children, kalau kamu gagal berarti the best door belum dibukakan for you. Jadi, they closed the door. Saya ingat anak saya lulusan New York University (NYU). S1 dan S2, apalagi yang kurang?
Dia lulus bulan Januari, baru dapat pekerjaan bulan September. And so many rejections. Company ini menolak, company itu menolak. Sampai saya garuk-garuk kepala, kok susah banget cari kerja di Jakarta? Kalau di New York, saya maklum karena kompetisinya sangat ketat.
Akhirnya ia diterima di bidang management trainee, sekarang di perhotelan. Ini perusahaan global. Ia sangat menyukainya. Yang kemudian saya katakan adalah pintu-pintu yang telah ditutup itu bukanlah pintu terbaik Anda. Pintu terbaik Anda akan segera datang. Sekarang ia sangat bahagia.
Filosofi hidup Anda?
Be your best and do your best in your responsibility. You should prove that you have done the very, very best.
Jadilah yang terbaik dan lakukan yang terbaik dalam tanggung jawab Anda. Anda harus membuktikan bahwa Anda telah melakukan yang terbaik. Buktikan bahwa Anda telah memberikan 120%.
Dulu kan Papa saya bilang, be a Napoleon in your area. Jadilah jenderal.Kalau Anda jadi teller, jadilah jenderal teller. Kalau Anda jadi corporate banker, jadilah jenderal corporate banker. I mean, be your best.
Anda harus punya mental jenderal. Jadilah orang yang bersinar. Kalau bersinar, kita akan mendapatkan banyak tawaran. Misalnya dia terkenal di marketing. Keren nih orang, ini bagus. Pasti pengen diambil dong sama departemen atau perusahaan yang lain.
Gaya kepemimpinan Anda?
Saya memilih manajemen partisipatif. Saya memberikan gambaran besar sebanyak mungkin kepada tim. Menyederhanakan semuanya dalam bahasa yang dipahami oleh tim saya.
Jika Anda mengelola tim Anda secara mikro, maka Anda tidak memberi mereka kesempatan untuk tumbuh. Anda dapat mengelola detail-detail penting, tetapi Anda tidak dapat bekerja besar jika Anda mengelola secara mikro.
Peran orang tua dalam karier Anda?
Saya mengagumi ayah saya. I admire him. Saya sangat percaya bahwa jika Anda seorang ayah yang kuat, Anda akan memiliki keluarga yang kuat.
Waktu saya pulang ke Indonesia tahun 2015, ayah saya berumur 85 tahun. Beliau meninggal pada 2021. Walaupun saya hanya punya waktu enam tahun terakhir dengan beliau, itu lebih intens daripada sebelum-sebelumnya.
Apalagi saya juga kan yang bikin biografinya, sebelum dia meninggal pada usia 90 tahun enam bulan. Saya kemudian menyadari, mengenal ayahmu adalah satu hal. Menjalinhubungan dengan ayahmu adalah hal lain. Namun, yang terbaik adalah, apakah kamu membahagiakan ayahmu?
Menjadi bankir adalah cita-cita Anda sejak kecil?
Nggak, karena saya itu sebetulnya kan Sarjana Teknik Kimia. Ya, karena gagal S3 Tenik Kimia, saya banting setir, ha, ha, ha...
Bagaimana Anda mengatur keseimbangan hidup?
I think nowadays, dahulukan life balance. Dulu kan di otak kita itu, it's a sequential thing. Seakan-akan 9 to 5 untuk work. From 5, life. Nowadays, kita tidak bisa begitu, sebab semua sudah terhubung, terintegrasi.
Saat weekend, hobi saya adalah istirahat. Yang terbaik adalah tidur siang di hari Sabtu dan Minggu. Setelah itu, saya bisa melakukan hal lain. Tapi, kalau bisa, tidak ada acara. Menikmati akhir pekan. Untuk menjaga kebugaran, saya berenang, lari, dan yoga.
Obsesi Anda yang belum terwujud?
Mungkin, I think you have to take one step at a time. Istilah kerennya sekarang, jangan terlalu overthinking. Sampai sekarang, panggilan saya adalah panggilan sebagai bankir.
Mungkin suatu hari nanti ada panggilan lain. Saya tidak tahu apa yang akan menjadi panggilan saya. Mungkin bermain piano. Saya suka bermain piano. Mungkin saya akan memasukkan satu lagu dan kemudian terjual 1 juta di Spotify. Kita tidak pernah tahu.
Anda melihat SDM Indonesia seperti apa?
Mungkin sumber daya manusia (SDM) kita harus lebih adaptif terhadap jaringan global yang semakin kompleks. Tidak ada lagi yang terisolasi, dunia sudah terkoneksi. Misalnya tarif Trump (kebijakan tarif impor yang diberlakukan Presiden AS, Donald Trump).
Nggak bisa lagi bilang, saya nggak mau tahu tentang tarif, saya nggak mau tahu tentang restriction di Uni Eropa, saya nggak mau tahu China akan slowing down. Semua sudah terkoneksi, sehingga saling berdampak, baik ekspor, impor, investasi, maupun ekonomi secara keseluruhan. Intinya, kita harus memastikan bahwa Indonesia punya SDM yang baik, berkualitas.
Kriteria SDM yang kita butuhkan untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045 atau menjadi negara maju?
Have a self-awareness. Saya selalu bilang bahwa EQ (emotional quotient intelligence) itu tentang kesadaran diri. Kemudian kesadaran sosial, bagaimana memahami orang lain.
Yang utama itu kita harus memahami diri kita sendiri. Apa itu Indonesia, apa cita-cita kita, Indonesia Emas 2045 itu apa, apa tantangan dan peluang yang kita punya, apa itu bonus demografi, dan lain-lain.
Selain itu, kita juga mesti tahu nih, tetangga-tetangga kita gimana? Saya katakan, we always said about China plus one. Maksudnya, kalau pabriknya pindah dari China, dia akan landing di mana? Oh, dia pindahin pabriknya dari China ke India, contoh Apple, atau dipindahkan ke Indonesia.
Itu artinya, Indonesia, India, Singapura, Malaysia, mereka tidak tinggal diam. Mereka juga punya pemikiran yang sama, bersaing. Jadi, no body is waiting for us, we have to run.
Program-program pemerintah sudah mengarah ke sana?
Kita lihat banyak sekali program yang sekarang fokus ke human capital (SDM), misalnya program Makan Bergizi Gratis (MBG), supaya we continue to be competitive.
Berarti program pemerintah sudah on the right track?
Ya, I think, kan ujung-ujungnyathere is no nation without the people. SDM itu sangat penting. Mumpung kita itu masih, tingkat fertility (kesuburan, angka kelahiran) masih tinggi. Tadi saya nonton pagi-pagi, Donald Trump is considering untuk kasih US$ 5.000 kepada warga AS kalau punya anak karena tingkat kelahiran di sana melambat.
Bonus demografi tinggal 20 tahun lagi, bukankah itu terlalu singkat?
Saya rasa langkah-langkah pemerintah sudah benar. Misalnya untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, kita harus ngejar pertumbuhan ekonomi 8% dari rata-rata saat ini 5% per tahun.
Bagaimana roadmap-nya ke 2045 juga sudah ada, termasuk mengenai human capital yang harus diberesin, bagaimana the human capital get a good job.
Jangan sampai kerjanya tidak sesuai dengan background pendidikannya. Harus matching, human capital yang S1 dapat job S1, yang S2 dapat job S2, yang S3 dapat job S3.
Kan ada unemployment, nggak punya kerjaan. Tapi juga ada yang namanya underemployment. Itu yang harus dibuka dengan growth ekonomi 8%.
You have a lot of opportunity. Beragam industri berbeda bisa kita kembangkan. Mau data center, mau artificial intelligence (AI) oriented. Istilahnya supply and demand harus ada. Supply-nya mesti strong.
Tapi kalau kebanyakan supply lalu nggak ada demand, ya nggak bagus juga. Demand-nya itu yang growth. Growth-nya itu industrinya bagus, ada pekerjaan macam-macam. Both supply and demand should be compatible.
Pesan Anda untuk Gen Alpha, Gen Z, dan milenial?
Principles are timeless. Right? It applies tahun 1960, 1970. So, you have to have trustworthiness yang saya katakana tadi. Harus punya passion, energy, hungry, and global mindset.Itu kan sifatnya timeless. So, I think, stick to golden principles. Sekali lagi, tidak ada jalan pintas. Harus berjuang, bekerja keras. ***
Biodata
Nama: Batara Sianturi.
Pendidikan:
* Sarjana Sains (double degree) di bidang Teknik Kimia dan Ilmu Polimer dari Case Western Reserve University (AS).
* Magister di bidang Teknik Kimia dari Stevens Institute of Technology (AS).
* MBA di bidang Keuangan dari St John’s University (AS).
Karier:
* Juni 2015 – sekarang: CEO Citi Indonesia.
* CEO untuk Filipina, Kepala Klaster untuk Filipina dan Guam (2013–2015).
* CEO Citi untuk Filipina serta Cluster Head untuk Filipina dan Guam (2013–2015).
* CEO Citi untuk Hongaria dengan membawahkan 12 negara di Eropa Tengah dan Eropa Timur (2007–2013).
* Memimpin berbagai posisi di Consumer Banking, Finance, Country, and Cluster Management.
* Management Associate (1988).
Lain-Lain:
* Ketua Perhimpunan Bank-Bank Internasional Indonesia (Perbina).
* Ketua Komite US-ABC Indonesia.
* Anggota Dewan Kamar Dagang Amerika Serikat-Indonesia (AmCham Indonesia).
* Anggota Komite Penanaman Modal Kadin Indonesia.
* Anggota Badan Pengawas Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).
* Anggota Asosiasi Pasar Uang dan Valuta Asing Indonesia (Apuvindo).

