Menanti Putusan MK, Tapera Siapkan Skema Sukarela! Rumah untuk Semua Jadi Nyata?
JAKARTA, investortrust.id - Penyelenggaraan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) memasuki tahap baru seiring berjalannya proses judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho mengungkapkan, sidang berikutnya dijadwalkan pada Rabu (21/5/2025), dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pihak penggugat.
Baca Juga
BP Tapera Bidik Kuota FLPP Terserap Semua di Akhir Semester I-2025
"Kemarin sempat ke-delay karena masih menyelesaikan sengketa pilkada dahulu. Baru dimulai lagi sekitar April kemarin proses sidang lanjutannya," kata Heru seusai rapat kerja bersama Komisi V DPR di gedung parlemen, Jakarta, Senin (19/5/2025).
Ia menegaskan, pihaknya masih menunggu hasil proses ini mengingat pentingnya landasan hukum yang kuat dalam pelaksanaan Tapera.
Sembari menunggu kepastian hukum, BP Tapera terus mengembangkan berbagai skema pembiayaan baru untuk memperluas akses masyarakat terhadap kepemilikan rumah. Salah satu inisiatif yang tengah dikaji adalah skema tabungan sukarela, sebagai alternatif yang lebih fleksibel dibandingkan iuran wajib.
"Sesuai arahan Pak Menteri (Maruarar Sirait) kita juga mengembangkan skema tabungan sukarela dengan limit tertentu yang tidak memberatkan tentunya," ujar Heru.
Menurut Heru, skema ini diarahkan untuk segmen masyarakat dengan kemampuan finansial lebih kuat, khususnya pada desil 6 ke atas, agar tidak membebani kredit kepemilikan rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) yang akan difokuskan pada desil 1-6.
Dia juga menggarisbawahi, skema tabungan sukarela ini mengedepankan konsep “menabung", bukan iuran wajib. "Kita harus hati-hati menentukan target segmen masyarakat yang bisa kita ajak kalau sifatnya nanti ada opsi untuk tabungan sukarela, seperti koperasi ada simpanan sukarela," tambah Heru.
Baca Juga
BP Tapera: Penyaluran Rumah Subsidi Era Prabowo Capai 166.347 Unit per 15 Mei 2025
Dikatakan Heru, skema ini juga akan menjadi sumber likuiditas baru untuk pembiayaan rumah, terutama bagi ASN atau kelompok lain yang memiliki daya beli lebih tinggi. Produk-produk KPR Tapera untuk skema ini pun akan dirancang berbeda dari FLPP, dengan suku bunga tiering yang lebih kompetitif, tetapi tetap jauh di bawah bunga komersial.
"Ini kan upaya-upaya kita lakukan, dengan produk rumah yang mungkin bisa sampai di atas yang FLPP, Rp 250 juta mungkin, Rp 350 juta atau sampai Rp 400 juta. Itu kan opsi-opsi yang kita upayakan, dengan skema pembiayaan yang tetap jauh di bawah bunga komersial tentunya," pungkas dia.
Gugatan
Sejumlah warga, UMKM, dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) sebelumnya menggugat atau uji materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Para Pemohon menggugat beberapa ketentuan dalam UU Tapera, khususnya Pasal 7 ayat (1), ayat (2), frasa "atau" dan "sudah kawin" pada ayat (3), serta Pasal 72 ayat (1) huruf e dan f.
Para Pemohon merasa keberatan karena ketentuan ini dianggap merugikan konstitusional mereka, terutama karena mengakibatkan pengurangan pendapatan akibat kewajiban membayar iuran Tapera, di tengah meningkatnya biaya hidup dan potongan lain seperti
BPJS.
Selaun itu, mereka menentang kewajiban bagi seluruh pekerja dan buruh mandiri untuk menjadi peserta Tapera. Kewajiban pekerja berpartisipasi dalam program ini akan membebani mereka secara finansial. Mereka menilai bahwa banyak pekerja yang sudah memiliki rumah, meskipun masih mencicil, sehingga kewajiban ini tidak lagi relevan

