Kuasa Hukum Kepala Desa Warupele 1 Desak Penegakan Hukum yang Adil dan Transparan
NGADA, Investortrust.id – Peristiwa tragis yang menimpa Bonifasius Ghae, Kepala Desa Warupele 1, yang meninggal akibat dugaan tindak pidana penikaman pada Mei 2025, kini memasuki babak penting dalam proses hukum. Gregorius Upi Dheo SH selaku kuasa hukum keluarga almarhum, menyampaikan pernyataan sikap resmi yang menyerukan keadilan dan menuntut profesionalisme aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini.
Dalam pernyataannya, Gregorius menegaskan bahwa peristiwa tersebut bukan sekadar tindakan kriminal biasa, melainkan suatu insiden yang memiliki implikasi serius terhadap wibawa negara. Ia mengingatkan bahwa Bonifasius Ghae adalah seorang Kepala Desa yang sedang menjalankan tugas negara, dan dengan status tersebut, pembunuhan terhadap dirinya bukan hanya menyangkut kepentingan individu, melainkan juga serangan terhadap struktur pemerintahan desa sebagai bagian dari representasi negara di tingkat lokal.
Lebih lanjut, Gregorius mengungkapkan bahwa pelaku diketahui membawa senjata tajam sejak awal dan sempat mengancam salah satu saksi yang merupakan Kepala Dusun. "Gestur kekerasan dan intimidasi tersebut dinilai sebagai indikasi kuat bahwa pelaku sudah dalam kondisi siap dan berniat melakukan kekerasan terhadap siapa pun yang menghalangi kehendaknya. Penikaman yang dilakukan secara brutal, berulang kali, bahkan saat korban telah jatuh, semakin memperkuat dugaan adanya niat dan kemungkinan unsur perencanaan dalam tindakan pelaku," kata Gregorius dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (5/6/2025).
Poin penting lain yang diangkat adalah dugaan manipulasi pasca kejadian. Pelaku disebut sempat menyembunyikan barang bukti utama dan menyerahkan pisau yang berbeda kepada aparat. Hanya setelah proses interogasi lebih lanjut, barang bukti asli akhirnya ditemukan. Hal ini menurut Gregorius menunjukkan adanya kesadaran penuh dari pelaku serta upaya untuk mengaburkan fakta.
Lebih mencengangkan lagi, setelah kejadian tragis itu, pelaku tidak menunjukkan tanda-tanda panik. Ia bahkan tetap berada di tempat kejadian dan sempat menyampaikan pembenaran atas tindakannya melalui media sosial. Fakta ini semakin menguatkan indikasi bahwa tindakan tersebut bukan spontanitas emosional, melainkan dilakukan dengan kesadaran penuh.
Menanggapi seluruh rangkaian fakta tersebut, Gregorius Upi Dheo menyampaikan beberapa tuntutan hukum yang dianggap mendesak dan perlu segera direspons oleh pihak kepolisian. Pertama, ia menuntut agar penyidik tidak hanya berpegang pada Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian, melainkan mempertimbangkan penerapan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, bahkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Ia menyebut bahwa fakta-fakta yang ada di lapangan memperlihatkan adanya niat dan kemungkinan unsur perencanaan yang harus digali secara serius.
Kedua, Gregorius meminta agar penanganan perkara ini dialihkan dari Polsek Aimere ke Polres Ngada. Alasannya mencakup bobot perkara yang menyangkut nyawa pejabat negara, kebutuhan akuntabilitas institusional, serta perlunya perluasan wilayah penyidikan demi menjangkau lebih banyak saksi dan barang bukti. Penanganan oleh institusi kepolisian tingkat kabupaten juga diharapkan dapat menjamin objektivitas dan independensi dalam proses penegakan hukum.
Selanjutnya, kuasa hukum juga mendesak dilakukannya ekspose atau gelar perkara secara terbuka oleh Polres Ngada atau Polda NTT sebagai bentuk transparansi kepada publik. Ia menegaskan pentingnya keterbukaan informasi dalam kasus ini demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
Tak hanya itu, Gregorius juga mendorong penyidik untuk menggali secara mendalam aspek mens rea atau niat jahat dari pelaku, serta menelusuri jejak komunikasi digital dan riwayat ketegangan antara pelaku dan Pemerintah Desa Warupele 1. Ia meyakini bahwa terdapat motif-motif terdahulu yang dapat memberikan pemahaman lebih komprehensif terhadap konteks peristiwa, sehingga penerapan pasal hukum dapat benar-benar mencerminkan realitas yang terjadi.
Gregorius Upi Dheo menegaskan bahwa tuntutan ini bukanlah bentuk desakan penghukuman tanpa dasar, tetapi seruan untuk keadilan yang sepadan. Ia mengingatkan bahwa yang menjadi korban bukan hanya pribadi Bonifasius Ghae, melainkan simbol kehadiran negara di akar rumput. Oleh karena itu, jika aparat tidak serius menangani kasus ini, maka yang diabaikan bukan hanya korban dan keluarganya, tetapi juga harapan rakyat terhadap sistem hukum yang adil dan integritas pemerintahan secara keseluruhan.
“Kami, bersama keluarga almarhum dan masyarakat luas, akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, hingga kebenaran hukum yang sebenarnya ditegakkan,” pungkas Gregorius.

