MK Wajibkan SD-SMP Gratis, Komisi X Usul Reformasi Alokasi Dana Pendidikan
JAKARTA, Investortrust.id -- Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang mewajibkan pemerintah pusat dan daerah menjamin penyelenggaraan pendidikan dasar tanpa memungut biaya alias gratis, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Hetifah menjelaskan terdapat tiga tantangan implementasi putusan MK yang mewajibkan SD-SMP gratis tersebut. Ketiga tantangan itu, yakni pembiayaan sekolah swasta, kapasitas anggaran pemerintah, dan kemandirian dan kualitas sekolah swasta. Menurutnnya, meski selama ini sekolah swasta mendapatkan bantuan negara seperti BOS, nominalnya belum tentu cukup untuk menopang operasional sekolah. Akibatnya, alokasi BOS harus ditambah secara signifikan dan pemerintah daerah melalui APBD perlu menambah alokasi ini.
Hetifah menyatakan, anggaran pendidikan mandatory spending minimal 20% dari APBN/APBD perlu dialokasikan sesuai prioritas dan tepat sasaran. Ada pula resiko sekolah swasta kehilangan otonomi dalam pengelolaan jika harus bergantung pada negara dan mengurangi inovasi pendidikan.
Untuk itu, politikus Partai Golkar itu mengusulkan reformasi alokasi dana pendidikan melalui optimalisasi 20% anggaran pendidikan dan realokasi dana proyek non-urgen. Skema pendanaan dapat berbentuk sekolah swasta yang berbiaya rendah mendapatkan subsidi penuh dari pemerintah, sedangkan sekolah swasta premium tetap boleh memungut biaya tambahan dengan pengawasan.
Hetifah juga mendorong perluasan dan peningkatan nilai dana BOS untuk sekolah swasta. Penyaluran dana ini harus dilakukan tepat waktur dan menerapkan mekanisme afirmasi berupa tambahan dana khusus bagi sekolah swasta di daerah tertinggal.
"Yang penting dalam pelaksanaan putusan ini adalah konsistensi regulasi dan harmonisasi antara putusan MK Nomor 3/PUU-XXII/2024, UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2022 tentang Pendanaan Pendidikan. Selain itu permendikbud terkait BOS juga harus diperkuat," kata Hetifah dalam keterangannya, Jumat (30/1/2025).
Hetifah mengungkapkan kunci keberhasilan implementasi putusan MK tersebut terletak pada koordinasi pusat dan daerah dalam pengalokasian dana. Selain itu kesuksesan putusan MK juga ditentukan peran pemerintah dalam mengawasi implementasi untuk mengakomodasi kesetaraan antara sekolah negeri dan swasta.
"Opsinya adalah melaksanakannya secara bertahap. Pada fase awal pemerintah dapat fokus pada sekolah swasta berbiaya rendah dan tertinggal, kemudian baru jangka panjangnya pada perluasan pendaan merata dengan evaluasi berkala," ujarnya.
Komisi X saat ini tengah menyusun revisi UU Sisdiknas. Hetifah menegaskan bahwa putusan MK ini akan menjadi masukan utama dalam merancang skema pembiayaan pendidikan ke depan.
"Komisi X berkomitmen mengawal pelaksanaan putusan MK ini agar tidak sekadar menjadi kebijakan populis, melainkan langkah strategis memperkuat SDM bangsa. Karena pendidikan dasar gratis adalah fondasi penting bagi masa depan Indonesia," ungkapnya.
Diberitakan, MK memutuskan mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam putusannya, MK memerintahkan pemerintah menggratiskan pendidikan wajib belajar sembilan tahun di sekolah swasta.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama dengan tiga ibu rumah tangga, yakni Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Mereka menyoroti ketimpangan akses pendidikan dasar akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri yang memaksa sebagian siswa bersekolah di swasta dengan biaya tinggi, sehingga menimbulkan diskriminasi ekonomi.
Dalam putusannya, MK mengubah norma Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang sebelumnya hanya mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya di sekolah negeri.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif, sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
MK menegaskan negara tetap memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan tidak ada peserta didik yang terhambat memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar.
Dengan putusan ini, kewajiban tersebut diperluas mencakup sekolah swasta, terutama yang melayani masyarakat kurang mampu.