Apindo Apresiasi Stimulus Ekonomi, Harapkan Belanja Pemerintah Jadi Penopang
JAKARTA, investortrust.id - Analis kebijakan ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengapresiasi langkah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2025. Ia juga mengharapkan belanja pemerintah menjadi penopang pertumbuhan ekonomi.
“Program stimulus ekonomi yang fokus dengan pola bantuan langsung tunai (BLT) akan efektif meningkatkan konsumsi masyarakat. Ini mendongkrak daya beli,” kata Ajib dalam keterangan di Jakarta, Rabu (11/06/2025).
Ajib mengatakan, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi pada semester II-2025, pemerintah diharapkan juga dapat segera mengalirkan belanja sebagai stimulus utama. Menurutnya, prinsip belanja pemerintah harus lebih mengedepankan spending better, yaitu prudent dalam melakukan pola belanja pemerintah yang mendorong pertumbuhan ekonomi dengan maksimal.
“Ini sejalan dengan program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, yaitu meningkatkan lapangan kerja berkualitas,” ujar dia.
Baca Juga
Indikator: Pelemahan Ekonomi
Ajib melihat tren kuartal kedua juga menunjukkan indikator-indikator yang mengarah pada pelemahan ekonomi. Pada April dan Mei, Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur mengalami konstraksi, ke sekitar 46,7 dan 47,4.
“Konstraksi PMI Manufaktur ini secara umum memberikan gambaran. Inni menjadi indikator penurunan daya beli masyarakat,” kata dia.
Ajib mengatakan, kondisi pelemahan indikator-indikator makro pertumbuhan ekonomi ini disebabkan paling tidak empat hal. Pertama, karena kemampuan konsumsi masyarakat memang secara riil mengalami penurunan. Hal ini didukung dengan data gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejak awal tahun yang sudah menyentuh lebih dari 70 ribu, pada kuartal pertama 2025.
"Data kemiskinan di Indonesia juga mengalami peningkatan. Bahkan dengan standar dari World Bank, tahun 2024, di Indonesia yang masuk kategori miskin mencapai 60,3%. Kondisi ini sejalan dengan penurunan daya beli masyarakat,” ucap dia.
Baca Juga
Faktor kedua, kata Ajib, adalah pola government spending pada awal tahun 2025. Penerimaan pajak pada kuartal I 2025 hanya mencapai 14,7% dari target penerimaan, yang idealnya bisa mencapai 20%. Kemudian, pemerintah melakukan program efisiensi belanja, sehingga memberikan sentimen negatif terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode awal tahun.
Faktor ketiga, adalah kontraksi ekonomi karena faktor eksternal, terutama karena kebijakan penaikan tarif impor presiden AS Donald Trump. "Kondisi ini membuat permintaan barang terutama dari Amerika Serikat mengalami penurunan dan juga neraca transaksi keuangan sejak April 2025. Kompleksitas kebijakan efek tarif Trump memberikan sentimen negatif selama kuartal kedua,” papar dia.
Keempat, perlambatan ekonomi terjadi karena sisi investasi yang lebih banyak terkonsentrasi pada sektor padat modal. Sehingga, multiplier effect terhadap penyerapan tenaga kerja kurang maksimal.
Membandingkan data 10 tahun ke belakang, pada tahun 2014, setiap Rp 1 triliun bisa menyerap sampai dengan 4.000 tenaga kerja. Sedangkan pada tahun 2024, setiap Rp 1 triliun investasi menyerap sekitar 1.000 tenaga kerja.
“Target investasi tahun 2025 sebesar Rp 1.905,6 triliun. Ini diharapkan bisa menyerap lebih dari 3,59 juta tenaga kerja baru,” kata dia.

