BPJS Kesehatan Keluarkan Rp 1.087 T Sepanjang 1 Dekade JKN, Ini Penyakit Paling 'Menguras' Anggaran
JAKARTA, Investortrust.id - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyatakan, lebih dari 1 dekade, BPJS Kesehatan mengeluarkan pembiayaan pelayanan kesehatan sebesar Rp 1.087,4 triliun dalam penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Hal ini menunjukkan komitmen BPJS Kesahatan menjamin keberlangsungan penyelenggaraan program JKN dengan memastikan pembiayaan layanan kesehatan berjalan secara efektif, transparan, dan berkelanjutan," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti di hadapan Komisi IX DPR pada rapat dengar pendapat di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Dia membeberkan total pembiayaan Rp 1.087,4 triliun tersebut sebagian besar terserap untuk menangani penyakit berbiaya katastropik, yang memerlukan intervensi medis jangka panjang dan berbiaya tinggi. Sementara delapan penyakit utama yang tergolong katastropik menyerap hingga 31% dari total biaya pelayanan kesehatan.
"Penyakit jantung menjadi beban pembiayaan tertinggi, diikuti strok, kanker, gagal ginjal, thalassemia, hemofilia, leukemia, dan sirosis hati. Sejak 2014 hingga 2024, total pembiayaan untuk penyakit-penyakit katastropik tersebut telah mencapai lebih Rp 235 triliun.
Untuk memastikan bahwa pembiayaan yang besar tersebut dikelola efisien dan akuntabel, BPJS Kesehatan mengembangkan sistem transparansi pembayaran klaim berbasis digital. Melalui dashboard informasi klaim, fasilitas kesehatan kini dapat memantau proses klaim secara menyeluruh, mulai tahap pengajuan, status verifikasi, hingga realisasi pembayaran. Dashboard ini juga menampilkan data utilisasi layanan kesehatan, sistem antrean pasien, hingga kanal pengaduan peserta secara terintegrasi.
Baca Juga
Bos BPJS Kesehatan Minta Bantuan Kadin untuk Dorong Kepatuhan Pengusaha Bayar Iuran
“Kami ingin semua fasilitas kesehatan memiliki akses informasi terbuka. Transparansi ini penting, karena akan memperkuat rasa saling percaya dan menjamin kesinambungan pelayanan,” kata Ghufron.
Sebagai bentuk tanggung jawab kesinambungan operasional rumah sakit mitra, BPJS Kesehatan menjalankan skema Uang Muka Pelayanan Kesehatan (UMP). Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Abdul Kadir menjelaskan, dana ini diberikan kepada rumah sakit yang telah mengajukan klaim tetapi masih dalam proses verifikasi, sehingga pelayanan tetap dapat berjalan tanpa terhambat persoalan likuiditas.
"Sepanjang 2024, BPJS Kesehatan telah menyalurkan UMP senilai Rp 16,97 triliun, dengan rata-rata 419 rumah sakit per bulan menerima manfaat ini. Sebelumnya, pada 2023 BPJS Kesehatan juga mengucurkan Rp 11,39 triliun untuk pemberian UMP ke rumah sakit," jelas Abdul.
Abdul menjelaskan, dengan pendekatan yang mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan kolaborasi, BPJS Kesehatan memperkuat perannya sebagai penyelenggara program JKN.
Di kesempatan yang sama, Anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto menegaskan perlunya kehati-hatian dalam implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mengingat kompleksitas kebijakan ini. Menurutnya, penerapan KRIS sebaiknya tidak terburu-buru. "Disarankan batas uji coba implementasi KRIS diperpanjang hingga 31 Desember 2025. Selain itu, penerapannya perlu dikaji kembali seperti apa nantinya,” ujar dia.
Edy juga mengingatkan bahwa terdapat aspirasi dari masyarakat yang menolak sistem satu kelas Apindo menyampaikan penolakan terhadap penerapan KRIS dengan satu kelas perawatan, karena berpotensi mengurangi jumlah tempat tidur.
Baca Juga
JKN Bukan Sekadar Kartu, BPJS Kesehatan Jemput Bola Genjot Kepesertaan dan Tekan Tunggakan
Tak hanya itu, serikat pekerja dari seluruh Indonesia menyatakan penolakan implementasi KRIS dengan satu kelas perawatan yang dikhawatirkan mengurangi manfaat yang didapat peserta JKN, termasuk buruh.
"Begitu juga dengan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang menyangsikan kebijakan ini karena berdampak pada akses layanan kesehatan," ucap Edy.
Dia mengamati sisi lain uji coba implementasi KRIS adalah terdapat semangat rumah sakit untuk memperbaiki kualitas mutu layanan, terutama di ruang perawatan kelas 3 yang sekarang sudah jauh lebih baik.

