Ini Pandangan Kemenkeu soal Deeskalasi Perang Dagang
JAKARTA, investortrust.id - Deeskalasi ketegangan hubungan Amerika Serikat dan Cina membuat kedua belah pihak saling menurunkan tarif impor resiprositas yang ditetapkan. Meski terjadi perbaikan dibanding penetapan kenaikan tarif impor awal, dunia masih akan melihat dampak negatif dari sengitnya perang dagang sebelumnya.
“Kita juga melihat AS masih melanjutkan proses negosiasi. AS juga memiliki pemihakan target untuk industri-industri tertentu,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat paparan APBN Kita edisi Mei 2025, di kantornya, Jakarta, Jumat (23/05/2025).
Baca Juga
Pendapatan Melonjak Hampir Rp 300 Triliun, APBN Berbalik Surplus Rp 4,3 Triliun
Sri Mulyani menjelaskan, kebijakan di bawah Presiden AS Donald Trump ingin menargetkan peningkatan industri farmasi, semikonduktor, mineral kritis, kapal, produksi seafood, truk, dan pesawat. Industri-industri ini sedang ditargetkan agar membawa investasi masuk ke AS.
The Fed Masih Tahan Bunga
Dari sisi moneter, Kementerian Keuangan RI melihat the Fed masih akan menahan suku bunga di level 4,25% hingga 4,50%. Ini diduga karena potensi tarif tinggi masih ada, meski terjadi penghentian sementara pemberlakuannya.
“Ini tetap berpotensi meningkatkan inflasi di AS,” ujar dia.
Selain itu, Bendahara Negara RI melihat pergerakan dari European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BoE), yang memangkas suku bunga menjadi masing-masing 2,4% dan 4,25%. Penurunan suku bunga ini terjadi karena perang dagang memunculkan prospek pertumbuhan ekonomi di Eropa dan Inggris melemah. Jadi, di Benua Biru ini menurunkan suku bunga lebih menjadi perhatian daripada inflasi.
Baca Juga
Indonesia’s Resilience: The Next Driving Force in East Asia and the Pacific
Bank Sentral RRC juga menurunkan suku bunga sebesar 10 basis poin (bps). Selain itu, terjadi penurunan Reserve Requirement Ratio sebesar sebesar 50 bps.
“Juga, RRC ingin membuat stimulus melalui moneter, karena tekanan dari tarif AS akan mengancam pertumbuhan ekonomi. Maka, dilakukan counter cyclical dengan menurunkan suku bunga dan menurunkan reserve ratio-nya,” ujar dia.
Penurunan Bank Indonesia (BI) Rate juga dibaca sebagai bentuk respons terhadap inflasi yang rendah dan stabilitas nilai tukar. Hal ini agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Rating Kredit AS Turun
Sementara itu, dari sisi nilai tukar dan sektor riil, Sri Mulyani melihat ekonomi AS pada kuartal I-2025 terjadi pelemahan outlook pertumbuhan ekonomi menjadi 2% secara tahunan karena lonjakan impor. Tak hanya itu, Moody’s memberikan rating kredit AS turun dari Aaa ke Aa1.
“Ini karena kekhawatiran terhadap outlook APBN AS atau fiscal policy direction AS, yang akan makin meningkatkan defisit dan level utang negaranya tinggi,” kata dia.
Pemotongan pajak oleh Trump juga dilihat sebagai langkah penuh risiko. Sebab, langkah itu akan memperlebar defisit anggaran AS.
“Pemotongan pajak akan menambah defisit AS sebesar US$ 3 triliun dalam 10 tahun,” ujar dia.
Akibat kondisi itu, saham di AS mengalami koreksi dan imbal hasil US Treasury meningkat.
“Nilai tukar AS juga dalam kondisi melemah,” ucap dia.

