Sektor Pertanian Bertumbuh Spektakuler, Sebuah Sinyal Kebangkitan Pertanian?
JAKARTA, investortrust.id - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 ditopang sektor lapangan usaha industri pengolahan dengan distribusi sebesar 19,25%. Sektor usaha ini masih mengalami pertumbuhan sebesar 4,55% secara tahunan. Namun ada indikator yang menarik dalam laporan pertumbuhan ekonomi domestik kuartal kemarin, yakni pemberi kontribusi kedua tertinggi berikutnya adalah sektor pertanian yang bertumbuh 10,52% secara tahunan, dengan distribusi 12,66%.
Banyak kalangan menilai naiknya sektor pertanian sebagai kontributor utama kedua pendukung pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah signal kebangkitan sektor pertanian domestik. Pasalnya untuk pertama kalinya dalam 15 tahun terakhir, pertanian menjadi sektor lapangan usaha yang mencatatkan pertumbuhan paling tinggi pada periode kuartalI-2025 dengan pertumbuhannya yang mencapai 10,52% secara tahunan.
"Dalam kurun waktu 2010-2025, baru kali ini pertanian bisa tumbuh double digit di triwulan I. Oleh sebab itu, tentunya selama 15 tahun terakhir ini sektor pertanian adalah sektor yang pertumbuhan tertinggi," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di Jakarta, belum lama ini (Selasa 6 Mei 2025).
Kendati tak kentara, ada semacam euforia kembali berkilaunya sektor pertanian sebagai motor pertumbuhan, dan menumbuhkan harapan bahwa komoditas pangan bakal mencatatkan swasembada.
Baca Juga
Indonesia Akan Tutup Neraca Perdagangan dengan AS Pakai Impor Komoditas Energi dan Pertanian
Namun demikian ekonom dan pemerhati kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mewanti-wanti bahwa sejatinya pertumbuhan sektor pertanian tersebut merupakan cerminan siklus musiman dan perbandingan basis yang rendah pada periode sebelumnya. “Subsektor tanaman pangan, khususnya padi dan jagung, mengalami lonjakan produksi karena panen raya,” ujar Achmad, dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (6/5/2025).
Produksi padi meningkat lebih dari 50% dibanding periode yang sama tahun lalu. Ini terjadi karena pemerintah tengah menjalankan berbagai kebijakan penguatan melalui penyaluran pupuk bersubsidi secara digital, pengadaan alat, dan mesin pertanian (alsintan). Achmad menjelaskan fenomena dominannya sektor pertanian dalam menyumbang pertumbuhan mengingatkan pada pola yang terjadi saat krisis moneter 1998. Saat itu sektor industri dan keuangan mengalami kehancuran, yang mendorong jutaan buruh dan tenaga kerja urban kembali ke desa dan mengandalkan lahan pertanian keluarga sebagai bentuk survival ekonomi.
“Sektor pertanian kala itu menjadi buffer yang relatif stabil karena sifatnya yang padat karya, berbasis lokal, dan tak tergantung pada modal besar,” ujar dia.
"Pertumbuhan fantastis sektor pertanian pada Q1-2025 lebih tepat dibaca sebagai anomali musiman yang belum menyentuh persoalan struktural. Untuk menjadikannya sebagai sumber pertumbuhan andalan, masih diperlukan lompatan kebijakan yang lebih mendasar," kata Achmad.

