Powell Tolak Pemangkasan Suku Bunga di Tengah Tekanan Tarif Trump
WASHINGTON, investortrust.id - Federal Reserve memilih mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 4,25%–4,50% dalam pertemuan bulan Mei, di tengah meningkatnya risiko inflasi dan pengangguran yang menekan stabilitas ekonomi AS. Di bawah kepemimpinan Jerome Powell, bank sentral Amerika Serikat menunjukkan keteguhan sikap untuk tetap fokus pada data ekonomi, bukan tekanan politik.
Baca Juga
The Fed Pertahankan Suku Bunga, Soroti Ancaman Risiko Inflasi dan Pengangguran
“Ini bukan saatnya untuk bertindak pre-emptif,” ujar Powell menanggapi tekanan yang muncul pasca diberlakukannya tarif impor tambahan oleh Presiden Donald Trump. Ia menegaskan bahwa arah kebijakan moneter hanya akan ditentukan berdasarkan data dan keseimbangan risiko ekonomi, bukan spekulasi atau tekanan politik dari Gedung Putih.
Pasar menyambut keputusan The Fed dengan kewaspadaan. Di satu sisi, laporan tenaga kerja April menunjukkan ketahanan sektor ketenagakerjaan, namun laporan PDB kuartal pertama memberikan sinyal perlambatan. The Fed menyadari bahwa kondisi ini dapat bergerak cepat, terlebih dengan dinamika tarif dan ketidakpastian dalam negosiasi dagang global.
Powell juga menyebut bahwa tarif yang diberlakukan Trump pada awal April "jauh lebih besar dari perkiraan The Fed", menambah tantangan dalam menavigasi prospek kebijakan. Ia memperingatkan bahwa hasil dari pembicaraan dagang dengan Tiongkok dan mitra strategis lainnya bisa mengubah arah ekonomi secara signifikan.
Secara politik, Powell juga menegaskan independensi lembaga yang ia pimpin. Meskipun kerap menjadi sasaran kritik Presiden Trump, Powell menolak untuk menjalin komunikasi langsung dengan presiden. “Saya tidak pernah, dan tidak akan, meminta pertemuan dengan presiden mana pun,” tegasnya kepeda pers, seperti dikutip CNBC.
Baca Juga
Bagi investor dan pelaku pasar, sinyal dari Powell menunjukkan bahwa The Fed tetap berpegang pada kerangka kerja berbasis data dan tidak akan melonggarkan kebijakan secara spekulatif. Dengan inflasi masih berada di atas target dan ketidakpastian global yang terus meningkat, pasar kini menantikan data selanjutnya untuk membaca arah kebijakan ke depan.

