Sambut Baik SEOJK Asuransi Kesehatan, AAJI: Ini Peluang untuk Bangun Sistem yang Lebih Adil dan Efisien
JAKARTA, investortrust.id - Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan yang terbit belum lama ini bertujuan untuk mendorong efisiensi. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyambut baik aturan baru ini.
Menurut Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon, hadirnya SEOJK Asuransi Kesehatan sebagai upaya dari regulator keuangan dalam hal ini OJK untuk memperkuat tata kelola dan keberlanjutan pada ekosistem asuransi kesehatan di dalam negeri.
“Regulasi ini hadir sebagai jawaban atas tantangan industri khususnya yang terkait dengan pengendalian biaya klaim, transparansi manfaat, serta perlindungan hak masyarakat,” ujarnya, dalam Konferensi Pers AAJI Kuartal I 2025, di Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Budi menambahkan, beleid baru tersebut juga menjadi peluang untuk membangun sistem asuransi kesehatan yang lebih adil dan efisien. Oleh karena itu, AAJI dan OJK secara aktif terus melakukan koordinasi agar implementasi regulasi ini tetap selaras dengan dinamika yang terjadi di industri.
“Sekaligus menjaga keseimbangan antara kemampuan perusahaan dan perlindungan yang optimal bagi masyarakat,” katanya.
Baca Juga
AAJI Catat Investasi Asuransi Jiwa Tembus Rp 541 Triliun, Mayoritas Ditempatkan di SBN
Sekadar informasi, pada 19 Mei lalu OJK resmi menerbitkan SEOJK Asuransi Kesehatan. Secara umum, mengatur ketentuan mengenai perusahaan asuransi yang memasarkan produk asuransi kesehatan harus memenuhi tiga syarat yang terdiri dari kapabilitas digital, kapabilitas medis, dan pembentukan Dewan Penasihat Medis (DPM).
Terkait kapabilitas digital, perusahaan asuransi harus memiliki sistem informasi yang dikembangkan secara mandiri atau bekerja sama dengan perusahaan asuransi lain, penyedia layanan administrasi pihak ketiga (third party administrator/TPA), BPJS Kesehatan, penyelenggara jaminan lain yang memberikan manfaat pelayanan kesehatan atau perusahaan yang dapat menyediakan layanan digital.
Kemudian terkait dengan DPM, perusahaan asuransi dapat memiliki DPM secara mandiri, bekerja sama dengan perusahaan asuransi lainnya atau dengan TPA. Lalu perusahaan asuransi yang memasarkan asuransi kesehatan untuk individu harus mempertimbangkan pelaksanaan medical check up (MCU) untuk nasabah, disesuaikan dengan kebijakan underwriting perusahaan saat penutupan polis asuransi.
Baca Juga
AAJI: Penerapan PSAK 117 Asuransi Tak Selalu Berdampak Negatif
Selain itu, juga mengatur bahwa perusahaan asuransi harus memperoleh laporan performa klaim dari pemegang polis (pempol) saat penutupan polis asuransi kesehatan kumpulan. Aturan lainnya, produk asuransi kesehatan harus memuat fitur yang memungkinkan terselenggaranya koordinasi manfaat antara perusahaan asuransi dengan penyelenggara jaminan lain.
Juga diatur perusahaan asuransi harus melakukan kampanye kesehatan secara aktif untuk meningkatkan kesadaran (awareness) masyarakat untuk menjaga kesehatan.
Aturan penting lainnya dalam SEOJK Asuransi Kesehatan, yakni produk asuransi harus menerapkan pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung oleh pempol atau peserta paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim, dengan batas maksimum biaya sendiri sebesar Rp 300.000 per pengajuan klaim untuk rawat jalan, dan Rp 3 juta per pengajuan klaim untuk rawat inap.
SEOJK Asuransi Kesehatan ini mulai berlaku efektif mulai 1 Januari 2026 mendatang. Pertanggungan atau kepesertaan atas produk asuransi kesehatan yang telah berjalan pada saat SEOJK ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku hingga masa pertanggungan atau kepesertaan berakhir.

