Danantara Indonesia Bukan 'Sovereign Wealth Fund' Biasa, Cukup Bermodalkan Dividen BUMN
JAKARTA, Investortrust.id - Banyak negara memiliki Sovereign Wealth Fund (SWF) sebagai instrumen investasi negara yang dana kelolaannya berasal dari kelebihan pendapatan fiskal, seperti surplus perdagangan. Namun, Indonesia menghadirkan pendekatan yang berbeda melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia). SWF milik Indonesia ini tidak dibentuk dari dana APBN ataupun kelebihan fiskal negara, melainkan dari dividen yang dihasilkan oleh BUMN yang dikelola secara profesional dalam satu struktur holding bernama Danantara Asset Management.
"Perbedaan Danantara dengan sovereign wealth fund negara lain adalah basisnya. Kalau di luar negeri itu mengelola kelebihan fiskal negara, kita tidak. Kita mengelola BUMN yang ada, dan hasil dividen BUMN yang kita investasikan," jelas Dony Oskaria, COO Danantara Indonesia saat berbicara di monthly economic diplomatic breakfast bersama para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Jumat (9/5/2025.
Hal inilah yang membedakan secara jelas Danantara dengan SWF seperti lazimnya di banyak negara. Untuk itu ia menegaskan bahwa kekhawatiran sejumlah kalangan yang menganggap dana mereka di sejumlah bank pelat merah akan menjadi modal untuk diinvestasikan oleh Danantara, adalah salah kaprah.
“Ini perlu kita komunikasikan supaya tidak muncul pertanyaan seperti selama ini, apakah uang saya yang ada disini (Bank Himbara) nanti ikut diinvestasikan? Nggak. Dari awal kita sudah membuat mekanisme bahwa tidak boleh ada pencampuran risiko antara operasional BUMN dengan investasi. Yang kita investasikan adalah dividen dari hasil pengelolaan BUMN,”kata Dony kembali menegaskan.
Menurut Dony, Danantara juga hadir dengan pendekatan unik. Ia bukan sekadar lembaga investasi, tapi juga berfungsi sebagai superholding BUMN. Seluruh aset BUMN diinbrengkan ke dalam satu entitas, yaitu PT Danantara Asset Management, yang menjadi pemilik seluruh BUMN tersebut.
Status ini jelas berbeda dengan struktur BUMN yang sebelumnya, yang terpecah-pecah dan menyebabkan ketidakefisienan dalam pengelolaan BUMN.
"Kita split sejak awal, antara holding operasional dan entitas investasi. Holding ini namanya PT Danantara Asset Management, yang menjadi pemilik dari seluruh BUMN. Saya sendiri menjabat sebagai CEO di dalamnya," ungkap Dony.
Baca Juga
Danantara Tengah Me-review 888 Entitas BUMN untuk Diciutkan Jadi 200
Dengan model seperti ini, Danantara ke depan juga tidak lagi bergantung pada suntikan modal negara (PMN) untuk upaya penyehatan BUMN yang berada di bawah kendalinya. Sebaliknya, Danantara akan memiliki kemampuan menghasilkan laba dari hasil dividen BUMN yang dikelolanya.
BUMN yang selama ini berjalan sendiri-sendiri, kini berada dalam satu entitas yang terkoordinasi. Selama ini, kata Dony tidak ada korelasi pengelolaan antara BUMN yang untung dan BUMN yang merugi, karena pengelolaan yang sifatnya seperti silo.
"Dividen Bank Mandiri diambil Kementerian Keuangan. Kalau kita mau bantu Istaka Karya, kita harus ajukan PMN. Ke depan tidak ada lagi PMN. Karena sekarang pemiliknya satu, yaitu Danantara," katanya.
Dalam kesempatan tersebut Dony juga menyebut Danantara akan berperan besar dalam mengintegrasikan kinerja BUMN untuk menghasilkan nilai yang lebih besar bagi negara. Dony mencatat bahwa kontribusi BUMN ke APBN selama ini mencapai Rp500-600 triliun per tahun, namun kerap tak terdengar karena publik lebih fokus pada isu negatif BUMN yang tidak sehat.
Dengan adanya Danantara, penyembuhan BUMN yang sakit juga bisa dilakukan secara cepat dan fleksibel. "Kami bisa menyehatkan, menutup, merger, atau menyatukan BUMN, asalkan business plan-nya feasible. Inilah keistimewaan model ini," jelas Dony.
Baca Juga
Dony Oskaria: Bakal Banyak Perusahaan BUMN Listing di Bursa pada Tahun Ketiga Danantara
Pada tahun ini, Dony berkomitmen akan menyerahkan dividen dari BUMN sebesar Rp120 triliun, yang nantinya akan diserahkan kepada Danantara Investment Management yang dinakhodai oleh Pandu Sjahrir.
Dana dividen ini nantinya akan menjadi dasar kekuatan leverage bagi PT Danantara Investment Management, entitas yang berfokus pada investasi strategis. Dengan dasar dividen Rp120 triliun, Danantara bisa membuka credit line hingga 10 kali lipat, artinya potensi pembiayaan bisa mencapai Rp1.000 triliun lebih.
Potensi besar ini memungkinkan Danantara untuk menjalankan berbagai skema pembiayaan, dari project financing, corporate financing, hingga pembentukan sub-fund dengan investor dalam dan luar negeri. Bahkan, Danantara bisa berperan langsung sebagai investor utama proyek strategis nasional.
Sebagai contoh, Dony menyebutkan hambatan yang dulu dihadapi PT Mind ID dalam proyek hilirisasi. "Dulu Mind ID itu perusahaan individual, dia punya debt to equity ratio yang harus dijaga. Tidak bisa fleksibel. Sekarang dengan Danantara, kita punya banyak model investasi yang memungkinkan proyek-proyek itu kita kerjakan sendiri."
Ke depan, sesuai keinginan pemerintah, kata Dony, Danantara ingin agar proyek-proyek strategis mayoritas porsinya bisa dikerjakan sendiri, tanpa ketergantungan pada asing. Danantara menjadi alat utama negara untuk mewujudkan hal tersebut.
"Karena itu pemerintah memang meminta majority akan kita lakukan sendiri seluruh proyek-proyek yang menurut kita feasible," tambah Dony.
Dengan model ini, Danantara bukan hanya sovereign wealth fund yang unik, tetapi juga alat transformasi struktural BUMN, menciptakan efisiensi, sinergi, dan daya dorong ekonomi yang lebih kuat. Sebuah langkah strategis yang bisa membawa Indonesia menuju kemandirian ekonomi berbasis kekuatan nasional sendiri.

