Menperin: Aturan Baru Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Jadi Angin Segar buat Industri
JAKARTA, investortrust.id - Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Mengenai hal itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan perusahaan industri mengapresiasi terbitnya regulasi itu.
Regulasi baru ini mengatur tentang kewajiban pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD untuk membeli produk yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Produk Dalam Negeri (PDN). Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang menilai, aturan itu dapat menjadi angin segar bagi industri.
“Regulasi ini menjadi angin segar bagi industri ditengah tekanan demand domestik saat ini, terutama bagi industri yang menghasilkan produk yang dibeli oleh pemerintah dan BUMN/BUMD,” ucap Menperin Agus dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/5/2025).
Kemenperin dan perusahaan industri juga mengapresiasi munculnya ayat baru pada pasal 66 Perpres No. 46 Tahun 2025, yang mengatur tentang urutan prioritas belanja pemerintah dan BUMN/BUMD. Dalam aturan baru ini, pemerintah wajib memprioritaskan membeli produk ber-TKDN atau PDN dibandingkan produk impor.
Urutan prioritas belanja pemerintah atas produk ber-TKDN dan PDN sesuai dengan pasal 66 Perpres No. 46 Tahun 2025 adalah sebagai berikut:
1. Jika ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP (Bobot Manfaat Perusahaan) nya lebih dari 40 persen, maka yang bisa dibeli pemerintah melalui PBJ adalah produk yang ber-TKDN di atas 25 persen.
2. Jika tidak ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP nya di atas 40 persen, tapi ada produk yang memiliki skor TKDN di atas 25 persen, maka produk yang memiliki skor TKDN di atas 25 persen bisa dibeli pemerintah melalui PBJ Pemerintah.
3. Jika tidak ada produk yang ber-TKDN di atas 25 persen, maka pemerintah bisa membeli produk yang ber-TKDN lebih rendah dari 25 persen.
4. Jika tidak ada produk yang bersertifikat TKDN, maka pemerintah bisa memberli PDN yang terdata dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS).
Regulasi baru ini memperbaiki regulasi sebelumnya, yaitu Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang PBJ Pemerintah. Pada Perpres tersebut, pemerintah bisa langsung membeli produk impor ketika industri dalam negeri belum mampu menyediakan produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP nya di atas 40 persen.
“Regulasi baru ini sejalan arahan Presiden dalam Sarasehan Ekonomi di gedung Mandiri pada pertengahan bulan April lalu. Presiden meminta agar kebijakan TKDN direlaksasi dan diubah menjadi insentif. Regulasi PBJ ini telah sesuai dengan arahan Presiden tersebut,” papar Agus.
Kemenperin berkomitmen untuk mereformasi kebijakan TKDN terutama kebijakan terkait Tata Cara Perhitungan TKDN agar lebih sederhana, waktu singkat, dan berbiaya murah. Langkah tersebut bertujuan agar semakin banyak produk industri dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN dan dibeli oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.
Kemenperin telah memulai reformasi kebijakan TKDN jauh sebelum Presiden Trump mengumumkan kenaikan tarif masuk impor ke Amerika Serikat pada awal April 2025. Menperin bersama jajaran Kemenperin telah memulai pembahasan reformasi Tata Cara Perhitungan TKDN sejak Januari 2025.
Jadi, reformasi kebijakan TKDN tidak disebabkan karena kebijakan tarif resiprokal Presiden Trump atau tekanan akibat perang dagang global akan tetapi berdasarkan kebutuhan industri dalam negeri Indonesia. Kami senantiasa selalu mengikuti kebijakan dan arahan Presiden Prabowo dalam membangun industri manufaktur Indonesia kedepan.
“Jauh hari sebelum langkah deregulasi diambil Pemerintah merespon kebijakan tarif Amerika Serikat, kami telah memulai upaya mereformasi kebijakan TKDN, baik dari sisi formulasi penghitungan komponen dalam negeri yang lebih berkeadilan maupun penyederhanaan proses bisnis penerbitan Sertifikat TKDN,” tegas Menperin Agus.

