AI Jadi Jurus Sakti Operator Telko di Indonesia agar 'Customer Happy'
JAKARTA, investortrust.id - Di tengah tingginya biaya operasional dan ekspektasi pelanggan, operator telko atau telekomunikasi di Indonesia dituntut untuk berinovasi. Bukan sekadar membangun menara base transceiver station (BTS) atau memperluas jangkauan sinyal, kini kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) mulai menjadi senjata utama dalam meningkatkan kualitas layanan dan efisiensi operasional.
Jika 1 dekade lalu fokus utama industri adalah membangun infrastruktur fisik, sekarang mereka mulai memasukkan AI dalam seluruh lini, mulai pemeliharaan jaringan hingga layanan pelanggan. Di tengah ledakan data dan kompleksitas layanan, apakah langkah ini menjadi kunci bertahan di tengah persaingan yang makin ketat?
AI untuk operasi jaringan yang lebih cerdas
Salah satu penerapan AI paling nyata ada di sisi network optimization. PT Telkomsel (TSEL), anak usaha PT Telkom telah menggunakan predictive maintenance untuk mendeteksi potensi gangguan jaringan sebelum terjadi. Dengan menganalisis data trafik dan cuaca, sistem AI perusahaan BUMN itu bisa memprediksi BTS yang berpotensi overload dan otomatis menyarankan rute alternatif.
PT XL Axiata Tbk (EXCL), sebelum menjadi XLSmart, juga telah menerapkan AI untuk mengelola lalu lintas jaringan secara real-time dan melakukan perencanaan jaringan otonom. Teknologi ini terbukti mampu meningkatkan keandalan layanan dan menurunkan durasi gangguan secara signifikan.
Sementara itu, PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk (ISAT) memilih strategi self-healing network, yaitu sistem AI yang mampu memperbaiki gangguan ringan secara otomatis. Hasilnya? Downtime di area urban padat turun hingga 30%.
“Kami tidak hanya menjaga jaringan tetap hidup, tetapi juga membuatnya semakin cerdas,” ujar Chief Business Officer Indosat Muhammad Danny Buldansyah dalam wawancara Maret lalu.
Baca Juga
Operator Seluler Tinggal 3, Telkomsel Harap Industri Telekomunikasi Makin Berkualitas
Layanan pelanggan
AI juga membuat layanan pelanggan jadi lebih personal dan responsif. Telkomsel telah meluncurkan AI Agent yang dapat mengenali emosi pelanggan melalui teks atau suara, lalu memberikan solusi paling sesuai. Pelanggan prabayar yang kerap mengeluhkan sinyal, misalnya, bisa langsung ditawari promo booster atau diarahkan ke jaringan 4G yang lebih stabil.
Di aplikasi MyTelkomsel, sistem rekomendasi paket data sepenuhnya dikendalikan AI. Hasilnya, tingkat konversi penjualan meningkat hingga 15% hanya dalam 3 bulan awal implementasi.
Indosat tak mau kalah. Lewat layanan IM3 Platinum yang diluncurkan akhir tahun lalu, mereka memperkenalkan fitur Platinum Smart Ask, layanan berbasis suara yang memungkinkan pelanggan mengakses berbagai fitur hanya dengan perintah suara. “Cukup pakai suara lewat hand phone, layanan langsung aktif. Semua dikendalikan oleh AI,” jelas SVP Head of National Brand IM3 Indosat, Essy Prita Cinta.
Di sisi lain, XL Axiata bekerja sama dengan AWS membangun AI factory yang mencakup GenAI Studio. Inisiatif ini digunakan untuk mengotomatisasi layanan pelanggan, mendeteksi penipuan, dan mendukung pertumbuhan bisnis yang lebih efisien.
Bisnis tumbuh
Transformasi ini juga terlihat dari laporan keuangan kuartal I-2025. Telkomsel melalui Telkom mencatat pendapatan Rp 36,6 triliun, sementara Indosat mencatatkan laba bersih Rp 1,3 triliun dan kenaikan 700.000 pelanggan. XL Axiata pun tumbuh, dengan tambahan 1,2 juta pelanggan dan pendapatan Rp 8,6 triliun sebelum resmi merger menjadi XLSmart.
Ketiga operator kompak menunjukkan pertumbuhan yang solid, menandakan bahwa integrasi AI bukan hanya strategi teknologi, tetapi juga strategi bisnis yang efektif.
AI Jadi Keharusan
Transformasi berbasis AI dalam industri telekomunikasi kini bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Namun, adopsi teknologi ini juga menimbulkan kebutuhan akan regulasi dan pengawasan.
Baca Juga
Meski Starlink Cs Bisa Terkoneksi Langsung ke Ponsel, Menara Telekomunikasi Disebut Tak Tergantikan
“Jangan sampai teknologi AI berjalan tanpa pengawasan. Kalau lengah, konsumen bisa dirugikan,” tegas Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi.
Ia menambahkan bahwa penerapan AI membawa angin segar di tengah beban biaya yang makin besar, tetapi pembangunan infrastruktur dasar tetap harus berjalan.
"Harapannya, tidak hanya AI yang dikembangkan. Ketiga operator harus tetap membangun infrastruktur komunikasi yang mendukung. Komdigi juga harus mengawasi semuanya,” tutup Heru. (C-13)

