Realisasi Penghapusan Piutang Macet UMKM Capai Rp 486,10 Miliar Per April 2025
JAKARTA, investortrust.id - Menteri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman memberikan update kebijakan penghapusan piutang macet bagi para pengusaha UMKM. Realisasi hapus tagih piutang UMKM mencapai Rp 486,10 miliar untuk nilai piutang dan menjangkau 19.375 debitur per 11 April 2025.
"Dengan syarat restrukturisasi, maka hanya 67.668 debitur dengan total nilai piutang sebesar Rp 2,7 triliun yang dapat dilakukan hapus tagih, dari potensi 1.097.155 debitur dengan total nilai piutang Rp14,8 triliun," kata Maman dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Maman memaparkan, restrukturisasi hanya berhasil jika angka piutang macetnya besar. Sedangkan untuk yang angka utangnya kecil, maka biaya restrukturisasi bisa jauh lebih besar.
Adapun persyaratan restrukturisasi tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah khususnya Pasal 4 ayat (1) poin a. Selain itu, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) Pasal 250 ayat (3).
Baca Juga
Dorong UMKM Naik Kelas, Bank Mandiri Salurkan KUR Rp 12,8 Triliun per Maret 2025
Maman menambahkan, Kementerian UMKM mengapresiasi regulasi terbaru sebagai payung hukum pelaksanaan hapus tagih ke depan melalui UU Nomor 1 Nomor 2025, Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Khususnya seperti yang tertuang pada Pasal 62 D, E, dan H.
"Tidak terdapatnya syarat restrukturisasi, dapat memaksimalkan potensi hapus tagih piutang UMKM sebesar 1.097.155 debitur dengan nilai piutang Rp 14,8 triliun,” ujarnya.
Namun, Maman menambahkan, diperlukan tindak lanjut dalam bentuk aturan turunan UU Nomor 1/2025 tentang BUMN dalam bentuk peraturan menteri BUMN seperti yang tertuang pada Pasal 62H, termasuk mekanisme persetujuan dari Danantara.
Sorotan terhadap KUR
Di sela rapat pembahasan penghapusan piutang macet, beberapa anggota Komisi VII juga mempertanyakan program kredit usaha rakyat (KUR) di bawah Rp 100 juta yang masih diminta agunan tambahan oleh perbankan.
Padahal, dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat, KUR di bawah Rp 100 juta tidak membutuhkan agunan tambahan.
"Mereka datang ke bank itu bahagia, mereka pikir ada perubahan aturan boleh pinjam Rp100 juta tidak pakai agunan. Ternyata bukan hanya persoalan jaminan, proses administrasi juga masih tetap sulit," ujar Ketua Komisi VII DPR Saleh Partaonan Daulay.
Baca Juga
Serius Pangan Nusantara, UMKM Kopi yang Go Global dari Program Pemberdayaan BRI
Menanggapi hal ini, Menteri Maman mengakui kenyataannya KUR di bawah Rp 100 juta masih banyak yang diminta agunan. Kementerian UMKM telah melakukan beberapa langkah, seperti pengawasan ke tingkat regional, karena selama ini evaluasi program KUR hanya di tingkat nasional.
Kemudian apabila ada laporan dan terbukti ada pelanggaran misalnya penyalur meminta agunan, ada sanksi yang akan dijatuhkan yakni penghapusan subsidi bunga KUR ke lembaga penyalur yang bersangkutan.
"Yang terakhir adalah pembentukan Satgas Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM. Hal ini diperlukan untuk mengawal serta mengawasi program KUR di lapangan, jika ada yang menyimpang dari sistem," ujar Maman.

